Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni menilai langkah Walikota Bogor, Bima Arya, yang melarang perayaan Asyuro bagi penganut Syiah di Kota Bogor adalah tindakan inkonstitusional. Menurutnya, Indonesia dibangun atas spirit keberagaman yang mana menjami seluruh rakyat Indonesia untuk meyakini dan melaksanakan ajaran agama.
“Ini hak dasar warga negara yang tidak boleh diotak-atik. Negara justru mesti hadir melindungi hak warga negara ini,” kata Raja Juli Antoni dalam rilis yang diterima Tempo, Sabtu, 24 Oktober 2015.
Menurutnya, pendekatan ‘keamanan’ yang diambil Bima Arya merupakan preseden buruk dimana sekelompok orang dapat merampas kebebasan beragama dan berkeyakinan melalui legitimasi negara.
“Mengelola masyarakat majemuk tentu saja tidak mudah. Tapi negara tidak boleh kalah oleh kelompok apapun dalam menegakan konstitusi,” Raja Juli Antoni menjelaskan.
Adapun cara mencegah konflik social, menurut Antoni, memerlukan skil resolusi konflik. Perlu digelar dialog dalam kerangka kebhinekaan. Selain itu, perlu waktu dan kesabaran.
“Paling mudah memang dengan menerbitkan semacam surat edaran itu, tapi tidak mendidik dan berdampak negatif untuk masa depan,” kata Antoni.
Dengan jalan yang ditempuh Bima Arya, Antoni menilai bahwa Walikota Bogor itu sedang mempertontokan ketidakmengertiannya mengenai konstitusi, ketidakpahamannya mengenai prevensi konflik sosial, dan kemalasannya memfasilitasi dialog.
Sebelumnya, Walikota Bogor, Bima Arya, dikabarkan telah menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol yang melarang perayaan Asyuro bagi penganut Syiah di Kota Bogor. Adapun alasan Bima Arya mengeluarkan Surat Edaran tersebut adalah untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta mencegah konflik sosial. Namun, surat edaran itu justru menuai kritik.