Jakarta – Politik dinasti telah membunuh sendi-sendi demokrasi. Saatnya rakyat bersama parpol yang masih punya nurani bergerak menolak politik dinasti.
“Justru sebenarnya kan inti dari demokrasi itu kan memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat dari latar belakang apa pun, apakah dia dari kalangan elite atau rakyat biasa supaya bisa berpartisipasi baik sebagai pemilih maupun orang yang dipilih. Dengan lahirnya politik dinasti itu justru mengingkari makna demokrasi itu sendiri,” kata Sekjen Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni, kepada detikcom, Selasa (23/6/2015).
Politik dinasti membuat kekuasaan hanya beredar atau berputar di kalangan keluarga tertentu. Ini indikasi bahwa demokrasi tidak berjalan di jalan yang baik dan ada kecenderungan pembusukan demokrasi, karena orang dipilih bukan karena kapasitas tapi karena keluarga orang tertentu.
“Karena itu saya kira salah satu gerakan yang harus didorong sekuat mungkin oleh LSM dan parpol mulai melihat manusia sebagai manusia. Jadi manusia bukan dilihat dari hubungan biologis atau genetisnya. Jangan biarkan politik dinasti membunuh demokrasi,” tegas Mantan Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ini.
Di beberapa tempat di dunia memang ada bapak dan anak jadi presiden di periode yang berbeda. Namun di luar negeri seperti Amerika Serikat ada pendidikan politik yang secara alamiah ditanamkan.
“Seperti Hillary, orang tahu dia jadi senator di New York sekian tahun, kemudian dia ikut konvensi Partai Demokrat. Jadi Hillary maju bukan karena dia istri Clinton tapi karena dia punya kemampuan diri sendiri untuk maju,” paparnya.
“Di kita yang terjadi justru politik dinasti untuk memproteksi kepentingan keluarga, bisnis keluarga, kepentingan kekuasaan, jadi menurut saya buruk sekali. Jadi tidak ada alasan bagi kita tidak memerangi politik dinasti,” pungkasnya.