Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tak henti-hentinya menyuarakan betapa daruratnya kondisi kekerasan seksual dan betapa mendesak RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sesegera mungkin disahkan.
“Pengesahan RUU TPKS akan memberikan perlindungan dan pemulihan menyeluruh kepada korban. Kami terus menyuarakan ini karena kami juga mendampingi langsung para korban lewat Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak (KSPPA) dan kami tahu persis bagaimana penderitaan mereka,” kata Juru Bicara sekaligus Direktur Perlindungan Perempuan dan Anak DPP PSI, Imelda Berwanty Purba, dalam keterangan tertulis, Jumat 7 Januari 2022.
Karena itu, PSI sangat mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang meminta akselerasi pembahasan RUU TPKS ini beberapa hari lalu. PSI senang, pidato Grace Natalie di acara puncak ultah PSI ke-7 lalu, yang menyampaikan kondisi negara kita yang sudah darurat kekerasan seksual namun RUU TPKS msh blm juga disahkan, diakomodir oleh Pak Jokowi.
“Ketika hadir di acara puncak perayaan ulang tahun PSI bulan Desember lalu, Pak Jokowi mendengarkan aspirasi PSI lewat sis Grace Natalie terkait darurat kekerasan seksual ini. Lalu beberapa hari kemudian, di awal tahun ini, beliau langsung memerintahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Hukum dan HAM untuk segera berkoordinasi dengan DPR guna menuntaskan pembahasan RUU TPKS,” kata Imelda.
Ia mengingatkan, kondisi sudah benar-benar mendesak, korban tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
“RUU TPKS mengisi kekosongan hukum materil dan formil yang tidak tercover dalam undang-undang yang ada. RUU ini memperkuat semua upaya pencegahan, penanganan perkara dan pemidanaan yang berprespektif korban,” lanjut Imelda.
Ia menambahkan, para korban butuh negara segera hadir saat ini juga. Sudah terlalu banyak korban berjatuhan dan betapa mereka seringkali justru mendapati kekerasan berlapis lainnya yang teramat menyakitkan, alih-alih menerima pertolongan.
Terkait substansi RUU TPKS, PSI menyampaikan sejumlah saran dan usulan. Pertama, mengusulkan kenaikan ancaman pidana untuk para pelaku, sebagaimana tercantum dalam Bab II RUU Pasal 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, mengingat semakin meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual dalam 2 tahun terakhir.
Selain itu, PSI meminta adanya mekanisme yang menjamin kepastian pemenuhan hak-hak korban, terutama restitusi yang selama ini sangat rendah tingkat pemenuhannya. ” Pemenuhan restitusi harus didahulukan dan harus dapat dipaksakan melalui gugatan perdata. Bila perlu, negara membentuk trust fund seperti di negara-negara maju, ” tutup Imelda.