Ganti Tahun, PSI Berharap DPR Tak Malas Lagi

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berharap di tahun 2022 ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bisa bekerja dengan lebih serius dan menyelesaikan semua Rancangan Undang-undang (RUU) yang sudah lama tertunda. Harapan ini disampaikan juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo, Selasa (4/1/2022).

Sigit mengingatkan, sepanjang 2021 lalu DPR hanya mengesahkan delapan Undang-undang. “DPR saat ini adalah DPR paling malas sepanjang sejarah republik. Banyak RUU penting yang batal disahkan tahun lalu dan DPR hanya mengesahkan delapan dari 33 RUU yang masuk Prolegnas 2021. Semoga tahun ini kawan-kawan di DPR RI tidak malas-malasan seperti tahun lalu lagi,” harapnya.

RUU yang ditunggu-tunggu publik dan gagal disahkan oleh DPR di antaranya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). “Dua RUU ini bertahun-tahun mandek di DPR dan selalu ditunda pengesahannya pada akhir masa persidangan,” ungkap Sigit.

PSI menyesalkan berulangnya penundaan pengesahan dua RUU yang sangat dibutuhkan oleh Rakyat Indonesia. “Indonesia saat ini berada dalam situasi darurat kekerasan seksual dan darurat perlindungan data pribadi di Internet,” ujar Sigit. “Sepanjang 2021 kita menyaksikan kasus-kasus kekerasan seksual yang mengenaskan dan peretasan data pribadi yang luar biasa sampai menimpa data pribadi milik Presiden Jokowi. Preseden semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, tapi DPR seolah-olah menutup mata, “ tambahnya lagi.

Padahal, masih menurut Sigit, RUU PDP hanya satu dari sekian banyak kebutuhan aturan terkait dunia digital dan internet. “Saat ini mungkin empat dari lima Warga Negara Indonesia sudah memiliki akses ke Internet. Sayangnya kemajuan ini tidak didukung aturan yang memadai. Internet kita hanya diatur oleh Undang-undang ITE dan satu pasal di Undang-undang Pornografi yang sudah berusia 14 tahun. Yang lebih menyedihkan lagi, Undang-undang Telekomunikasi kita yang sudah berusia 23 tahun bahkan sama sekali tidak mengatur soal internet dan transmisi data digital,” ujarnya.

PSI khawatir pengesahan RUU PDP yang terus tertunda akan berdampak pada ketiadaan aturan yang diperlukan masyarakat saat mengakses Internet. “Tahun ini perubahan kedua Undang-undang ITE yang diajukan oleh pemerintah masuk ke dalam daftar 40 RUU Prolegnas, namun RUU tentang Pemerintahan Digital yang diajukan oleh DPD RI tidak berhasil masuk. Saya khawatir dalam periode DPR sekarang, kita harus pasrah Internet kita hanya diatur dengan UU ITE yang direvisi berulang kali,” kata Sigit.

Meskipun pesimis, Sigit tetap berharap DPR RI bisa memperbaiki kinerjanya. “Tidak perlu 40 RUU Prolegnas disahkan semua, setengahnya saja sudah jadi peningkatan yang sangat luar biasa pada kinerja DPR saat ini. Setidaknya ini yang bisa dilakukan oleh kawan-kawan DPR sebagai balasan pendapatan miliaran rupiah yang diterima dari uang pajak rakyat,” pungkasnya.

Recommended Posts