Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan beberapa perwakilan mahasiswa Indonesia menerima kunjungan 39 orang mahasiswa Harvard di Jakarta, Rabu 8 Januari 2020. Pertemuan yang diinisiasi oleh Harvard Indonesia Trek ini berlangsung untuk memperkenalkan keindahan Indonesia dari dekat, terutama bagaimana politik, demokrasi dan kepemudaan tumbuh seiring sejalan di negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini.
“Kami mengundang rekan-rekan politisi muda dari PSI karena ingin mengetahui peran pemuda dalam kehidupan politik Indonesia,” ujar Dimas, Koordinator Harvard Indonesia Trek.
Rombongan mahasiswa Harvard ini berasal dari berbagai fakultas, antara lain Harvard Kennedy School of Public Policy dan Harvard Business School. PSI diwakili oleh juru bicara PSI Dedek Prayudi dan Dara Nasution, Ketua DPW PSI DKI Jakarta Michael Victor Sianipar, dan anggota DPRD DKI Fraksi PSI Anthony Winza Prabowo.
Anthony Winza, menjabarkan gerakan politik disruptif yang dilakukan PSI di DPRD DKI Jakarta. Ia mengatakan, “Sebagai partai anak muda, kami mencoba melakukan hal-hal baru, terutama disrupsi di bidang anggaran. Di DKI misalnya, kami membuka anggaran lem aibon sebesar Rp 82 miliar (setara dengan US$ 5.8 juta). Selain itu, PSI juga satu-satunya partai yang menuntut pemerintah DKI untuk membatalkan balap mobil listrik Formula E yang menelan anggaran sebesar Rp 1.6 trilium (US$ 100 juta).”
Anthony menambahkan, “Kami ingin masyarakat betul-betul melihat bahwa ketika anak muda masuk ke parlemen, kita bisa membawa politik harapan (politics of hope), bukan politik yang menakut-nakuti (politics of fear).”
Dalam kesempatan itu, para mahasiswa dari Harvard juga ingin tahu mengapa PSI memutuskan untuk membangun partai baru dibanding bergabung dengan partai lama.
Michael menjelaskan bahwa PSI lahir dari kesadaran bahwa eksekutif yang baik tidak akan dapat melahirkan kebijakan yang baik apabila tidak didukung oleh parlemen yang baik. “Parlemen yang tidak merongrong eksekutif demi kepentingan jangka pendek fraksi dan dirinya sendiri yang akhirnya terjebak dalam perilaku politik korup dan memecah belah,” ujar pria yang kerap disapa Mike ini.
Dedek menambahkan bahwa, dalam perjalanannya, pemuda-pemudi di Indonesia sadar bahwa partai yang hadir saat itu tak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Ia mengatakan, “Maka, kami berkumpul dan membuat partai politik yang pendanaannya berasal dari patungan rakyat agar terlepas dari jebakan oligarki politik, yakni dengan memulai kultur baru, dan politik partisipatif.”
Dalam kunjungan Harvard Indonesia Trek, peserta juga bertemu dengan Menko Maritim dan Investasi, perusahaan tech-unicorn seperti Tokopedia, pusat budaya seperti Saung Angklung Udjo, dan tempat-tempat wisata lainnya.