Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak wali kota, bupati, dan gubernur terkait, serta Presiden Joko Widodo untuk segera menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.
“Ini kerja bersama. Semua aparat pemerintahan terkait harus bahu-membahu dan berkoordinasi. Kebakaran hutan dan lahan ini sudah sangat memperihatinkan,“ kata Juru Bicara PSI bidang Lingkungan Hidup, Mikhail Gorbachev Dom, dalam keterangan pers, Senin 16 September 2019.
Selain itu, Gorba (sapaan akrab Mikhail) meminta pemerintah agar juga fokus membantu masyarakat yang terkena bencana asap. Ketersediaan masker dengan spesifikasi yang sesuai kebutuhan serta distribusinya ke daerah-daerah yang terdampak harus dipastikan.
“Kelompok rentan seperti masyarakat berpendapatan rendah, lanjut usia, dan anak-anak harus mendapat perhatian lebih,” kata Gorba.
Di sisi lain, penegakan hukum lingkungan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan harus lenyap dari Indonesia. Gorba, menegaskan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah bencana yang dipicu siklus iklim 5 tahunan, mirip banjir besar.
Siklus ini terjadi karena ada pembukaan lahan dan pengeringan lahan gambut seperti saat ini. Hal yang juga mempengaruhi adalah cara pembukaan lahan dengan membakar, yang bukan hanya dilakukan masyarakat tapi juga perusahaan besar.
“Kami sungguh berharap Moratorium Hutan Permanen yang diteken 5 Agustus 2019 menjadi langkah awal dalam perbaikan tata kelola hutan Indonesia. Melalui anggota DPRD yang tersebar di wilayah kabupaten/kota, PSI siap mengawal perbaikan tata kelola hutan, khususnya hutan gambut,” ujar Gorba.
Ia mengingatkan, mengatasi kebakaran hutan gambut tidak sama dengan mengatasi kebakaran hutan biasa. Sumber kebakaran hutan gambut bisa berada jauh di bawah permukaan tanah dan, karena itu, sangat sulit dipadamkan.
Pada 2014, kebakaran hutan dan lahan sangat parah dan menjadi catatan Presiden Jokowi. Karena itu, dibentuklah Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 2016 untuk mencegah terulangnya kembali kebakaran.
“Namun mengairi gambut memang lebih sulit daripada mengeringkannya. BRG kalah cepat dengan kekeringan yang memicu hotspot di banyak lahan gambut,” kata Gorba.