Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengecam praktik diskriminasi atas drg. Romi Syofpa dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
“Tindakan diskriminasi itu tidak patut. Kami mendukung perjuangan dokter Romi Syofpa dalam melawan dugaan tindakan diskriminasi ini, ” kata Juru Bicara PSI bidang Pemberdayaan Perempuan, Imelda Berwanty Purba, Kamis (25/07/2019).
Drg. Romi yang mengalami lemah tungkai kaki pasca-melahirkan sehingga mengharuskan ia beraktivitas dari kursi roda, dinyatakan gagal dalam seleksi CPNS Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.
Padahal, dari hasil seleksi CPNS 2018 yang lolos, namanya berada di peringkat pertama dan dia sudah dinyatakan lulus tes kesehatan dan dinyatakan mampu bekerja. Tak hanya soal prestasi, drg. Romi juga memiliki dedikasi yang tinggi kepada masyarakat wilayah terpencil. Ia mengabdi di Puskesmas Talunan, Kecamatan Sangir Balai Janggo, sebagai pegawai tidak tetap dan tenaga lepas harian sejak 2015.
Namun, pada Maret 2019, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria secara sepihak membatalkan kelulusan drg. Romi sebagai CPNS dengan alasan ia mengalami disabilitas.
Batu sandungan yang dialami drg. Romi untuk menjadi seorang abdi masyarakat, menurut Imelda, tak seharusnya terjadi. Ia mendorong sebuah tatanan masyarakat yang non-diskriminasi dan setara dalam mengakses hak-hak sebagai warga negara.
“PSI menyarankan agar drg. Romi mendapatkan kembali hak sesuai hasil tes,” kata Imelda.
Imelda menegaskan, para penyandang disabilitas adalah orang-orang luar biasa yang juga punya kesempatan yang sama untuk bisa berdaya dan berprestasi. Seharusnya mereka di-encourage.
“Karena mereka juga punya keinginan keras untuk maju, berprestasi dan mengabdi pada bangsa. Mereka tidak mau dimanja,” lanjut pegiat perlindungan perempuan, anak, dan kelompok disabilitas itu.
Selain itu, Imelda juga menyebut, jika penyandang disabilitas ini diberdayakan, akan banyak lahir tokoh-tokoh berprestasi. Sederet tokoh dunia membuktikan diri dengan prestasi luar biasa di tengah keterbatasan fisik dan psikis.
“Sudah banyak contoh saudara-saudara kita penyandang disabilitas yang berprestasi di berbagai bidang, seni, budaya, olahraga, iptek, dll,” kata Imelda.
Situasi ini, pungkas Imelda, juga menunjukkan masih adanya jurang antara kondisi ideal dengan kondisi rill di lapangan. Padahal negara telah menjamin hak-hak disabilitas dalam UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.