Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menentang kebijakan yang mewajibkan setiap narapidana beragama Islam harus bisa membaca Al Quran sebelum dibebaskan.
Dalam keterangan pers, Senin 8 Juli 2019, Juru Bicara PSI, M Guntur Romli mengatakan, “Kewajiban itu bisa bertentangan dengan undang-undang. Syarat itu sangat potensial mencabut hak napi yang seharusnya bebas.”
Anggota Komisi III DPR RI dari PKS, Almuzzammil Yusuf mengritik Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang menonaktifkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar, Haryoto, imbas dari aturan wajib membaca Al Quran bagi narapidana Islam sebelum dibebaskan,
“Persoalan menonaktifkan itu menjadi penanda adanya kegerahan sebagian pihak yang tidak nyaman dengan proses Islamisasi di Lapas,” kata Muzammil seperti dikutip Antara, akhir Juni lalu
Kebijakan itu diterapkan Kalapas Polewali Mandar, Haryoto. Aturan itu diberlakukan kepada narapidana yang masa penahanannya sudah habis. Buntut pemberlakuan syarat itu, pada akhir Juni lalu, para napi mengamuk dan merusak pagar dan kaca jendela lapas.
Menurut Guntur, “Penting memang mempelajari kitab suci. Tapi jangan menjadi syarat untuk bebas bagi seorang napi. Jika yang bersangkutan tidak kunjung bisa, hilang hak dia untuk bebas.”
Guntur memungkasi, para politisi tidak perlu mempolitisasi isu yang sudah jelas aturan mainnya. Juga jangan memberi peluang untuk diskriminasi.