Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk DPRD DKI, Imelda Berwanty Purba, menggagas petisi online di change.org untuk mengawal kasus kekerasan seksual yang menimpa dua kakak beradik Joni (14) dan Jeni (7), bukan nama sebenarnya, di Bogor.
Sejak dimulai pada Senin 22 April 2019 siang, dalam tempo 24 jam, petisi sudah ditandatangani lebih 7.000 orang dan terus bertambah. Petisi bisa diakses di sini: https://bit.ly/2VXzHMx
Menurut Imelda, petisi ini lahir lantaran ia menduga ada kejanggalan dalam proses hukum kepada pelaku, yang tidak lain tetangga korban. Pelaku berinisial HI (41) diputus bebas oleh Hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, pada 25 Maret 2019. Sebelumnya, jaksa menuntut 14 tahun penjara dan denda Rp 30 juta terhadap pelaku, berdasarkan UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP.
“Kami menginisiasi petisi untuk kasus Joni dan Jeni ini karena mensinyalir ada yang tidak beres dalam penindakan hukum kepada pelaku. Ada pembiaran oleh masyarakat dan aparat dalam penanganan kasus ini sehingga pelaku bisa bebas merdeka dan tidak ada keberpihakan terhadap korban. Tidak boleh seperti ini. Negara harus hadir,” ujar Caleg DPRD dari Dapil DKI Jakarta 8 itu, dalam keterangan tertulis, Selasa 23 April 2019.
Lebih jauh, ia memaparkan sejumlah temuan selama proses hukum di pengadilan. Pertama proses pengadilan hanya diperiksa oleh satu hakim, yaitu Hakim Muhammad Ali Askandar. Kedua, korban tidak didampingi orang tua selama masa persidangan.
“Ketiga, pelaku mengaku berbuat dan saksi juga menguatkan. Keempat, visum membuktikan ada persetubuhan dan pencabulan. Namun mengapa pada 25 Maret 2019, Hakim PN Cibinong justru memutus bebas pelaku HI?” lanjut Imelda.
Kasus kekerasan seksual yang diduga kuat sudah berlangsung 3 tahun itu menambah panjang daftar kekerasan seksual terhadap anak-anak. Karena itu, Imelda menekankan, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) mutlak diperlukan.
Ia menuturkan, meski PSI gagal lolos ambang batas Parlemen, ia bersama PSI akan terus berjuang mengupayakan pengesahan RUU PKS yang mandek bertahun-tahun di DPR RI.
“Kami akan tetap berjuang mendorong pengesahan RUU PKS. Dengan RUU PKS itu, tingkat kekerasan seksual kepada perempuan dan anak-anak akan bisa dicegah sejak dini,” tutur penyintas dan aktivis anti kekerasan terhadap perempuan dan anak itu.
“Rakyat harus bersuara dan berjuang bersama mengawal kasus ini karena kejahatan akan terus merajalela kalau orang-orang baik diam,” lanjut Imelda. Bukan lagi waktunya diam saat ini dan hanya berpikir yang penting diri sendiri dan keluarga aman.
Imelda menegaskan, perempuan harus dibuat berdaya, bukannya diperdaya dan anak-anak harus dilindungi dan di-support, bukan dirusak masa depannya. “Apa jadinya masa depan bangsa kita ini, jika perempuan dan anak masih terus menjadi korban kekerasan?” pungkas ibu dua anak ini.