Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni, menanggapi pernyataan Prabowo Subianto yang menyebut rakyat Indonesia semakin miskin.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @AntoniRaja yang diunggah pada, Minggu (29/7/2018).
Menurut Raja Juli Antoni, apa yang disampaikan oleh Prabowo adalah tidak benar. Sebagai pembanding, iapun mengunggah data kemiskinan beradasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Data tersebut menunjukkan apabila kemiskinan semakin turun. Lebih lanjut, ia kemudian meminta Prabowo berhenti meneropong kemiskinan dari atas kuda di Hambalang.
“1. Pak @ probowo bilang kita tambah miskin.
Ini adalah kebohongan dan pembodohan yang tidak bisa diteruskan seorang calon presiden di republik ini.
2. Pemimpin harus bicara berdasarkan data bukan asumsi dan emosi kekuasaan.
Di akhir pemerintahan pak @ SBYudhoyono (September 2014) angka kemiskinan adalah 10,56.
Terus turun secara bertahap hingga Maret 2018 angka untuk pertama kalinya ‘digit tunggal’ 9,82.
3. Apakah masih ada kemiskinan? Tentu saja masih.
Apakah kita semua sudah sejahtera? Tentu saja belum.
Tapi mengatakan Indonesia tambah miskin adalah kebohongan. Bicara tanpa data.
Berhenti meneropong kemiskinan dari atas kuda di Hambalang!,” tulis Raja Juli Antoni.
Diberitakan Kompas.com, Prabowo sering melayangkan kritik dalam bidang ekonomi ke pemerintah. Seperti setelah bertemu Ketua MPR, Zulkifli Hasan, di rumah dinasnya Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (25/6/2018) lalu, Prabowo sempat memaparkan soal kesenjangan sosial.
Bahkan, ia menguatkan kritik terkait kesenjangan sosial tersebut dengan data-data dari institusi pemerintah, lembaga internasional dan lembaga swadaya masyarakat, seperti Oxfam, Infid dan Walhi.
Mantan Komandan Jenderal Kopassus TNI AD itu mengungkapkan, berdasarkan hasil riset lembaga internasional, koefisien gini ratio Indonesia berada di angka 45.
Artinya, 1 persen masyarakat menguasai 45 persen kekayaan nasional. Kemudian, ia menyoroti banyaknya lahan yang dikuasai perusahaan-perusahaan swasta.
Dengan mengutip data dari Badan Pertanahan Nasional, ia menyebut sebesar 1 persen masyarakat telah menguasai 80 persen lahan di Indonesia.
Prabowo juga mengkritik tingginya jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut Prabowo, masih ada sekitar 69 juta penduduk Indonesia yang terancam miskin.
Sementara itu, terkait data kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami titik terendah dalam hal persentase kemiskinan sejak tahun 1999, yakni sebesar 9,82 persen pada Maret 2018.
Dikutip dari Tribunnews, dengan persentase kemiskinan 9,82 persen, jumlah penduduk miskin atau yang pengeluaran per kapita tiap bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang.
“Maret 2018 untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit. Kalau dilihat sebelumnya, biasanya 2 digit, jadi ini memang pertama kali dan terendah,” kata Kepala BPS, Suhariyanto, saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (16/7/2018).
Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu September 2017, persentase kemiskinan tercatat sebesar 10,12 persen atau setara dengan 26,58 juta orang penduduk miskin di Indonesia.
Bila dirinci lagi, terdapat penurunan persentase penduduk miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Persentase penduduk miskin di perkotaan per Maret 2018 sebesar 7,02 persen, turun dibandingkan September 2017 sebesar 7,26 persen.
Sama halnya dengan di perdesaan, di mana persentasenya pada Maret 2018 sebesar 13,20 persen, turun dari posisi September 2017 sebesar 13,47 persen.
Suhariyanto mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dari September 2017 hingga Maret 2018, yakni inflasi umum dalam periode itu sebesar 1,92 persen.
Serta rata-rata pengeluaran per kapita tiap bulan untuk rumah tangga di 40 persen lapisan terbawah yang tumbuh 3,06 persen.
Faktor lain yaitu bantuan sosial tunai dari pemerintah yang tumbuh 87,6 persen pada kuartal I 2018 atau lebih tinggi dibanding kuartal I 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen.
Selain itu, juga dari program beras sejahtera ( rastra) dan bantuan pangan non-tunai kuartal I yang tersalurkan sesuai jadwal.
“Lalu karena nilai tukar petani Maret 2018 di atas angka 100, yaitu 101,94, dan kenaikan harga beras sebesar 8,57 persen pada September 2017 sampai Maret 2018 yang disinyalir mengakibatkan penurunan kemiskinan jadi tidak secepat periode Maret 2017 sampai September 2017,” kata Suhariyanto.
Sementara itu, jika ditarik mundur, pada 1999 Indonesia mencatat persentase kemiskinan paling tinggi, sebesar 23,43 persen atau setara dengan 47,97 juta penduduk miskin.
Angka kemiskinan pada tahun-tahun berikutnya secara bertahap menurun meski sempat beberapa kali naik pada periode tertentu.
“Tetapi, menurut saya, kita masih punya banyak PR, bagaimana supaya kebijakan-kebijakannya lebih tepat sasaran sehingga penurunan kemiskinannya menjadi lebih tepat,” imbuh Suhariyanto. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)