Tsamara Amany: Kami PSI Juga Ingin Duduk di Kursi DPR

Politisi PSI, Tsamara Amany mengaku bahwa banyak kader PSI yang ingin duduk di kursi DPR. Dilansir TribunWow.com, melalui akun Twitter @TsamaraDKI yang ia tuliskan pada Kamis (28/6/2018), mulanya, Tsamara menautkan sebuah pemberitaan bahwa MK mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Lantaran keputusan tersebut, Tsamara mengaku senang. Tsamara sangat bangga bahwa MK masih menjunjung tinggi demokrasi agar tetap sehat.

Menurut Tsamara, rakyat punya hak mengkritik wakilnya tanpa haurs takut pidana. Tsamara menyebut jika UU MD3 tersebut terdapat sebuah pasal karet dan dapat memakan korban.

Lantaran itu, Tsamara menyebut jika pengesahan UU MD3 akan membungkam rakyat. Tsamara berharap agar DPR menjadi lembaga yang bisa dipercaya publik.

Setelah itu, perempuan berusia 21 taun itu menyebut jika dirinya ingin menjadi anggota DPR dan memperbaiki lembaga tersebut. Bahkan ia berjanji jika menjadi DPR, ia ingin dikritik sekeras mungkin jika kinerjanya salah

“Bro & sis, kami @psi_id dan saya yakin kita semua bersyukur atas keputusan ini.

Kita patut bangga dengan Mahkamah Konstitusi yang masih menjaga demokrasi kita agar tetap sehat.

Rakyat punya hak mengkritik wakilnya tanpa harus merasa takut dipidana! sekali lagi, terima kasih MK!

Meski banyak yg berdalih bahwa UUMD3 tidak bermaksud mengekang kebebasan berpendapat, kami melihat kewenangan MKD yg dapat melaporkan warga negara atas dasar pasal karet “merendahkan kehormatan DPR & anggota DPR” dapat memakan korban.

Ini berbahaya!

Karena itu, kami di PSI menolak keras pengesahan UUMD3 yg tergesa-gesa tersebut & mengajukan uji materi ke MK.

Bagi kami, pasal 122k soal merendahkan kehormatan DPR & anggota DPR tersebut akan membungkam rakyat yg selama ini kritis terhadap kinerja DPR.

Kami bermimpi suatu saat DPR bisa menjadi lembaga yang dipercaya publik karena mampu menyuarakan aspirasi publik.

Tapi UUMD3 justru membuat DPR jatuh ke titik terendah kepercayaan publik.

Bagaimana mungkin seseorang yang menggaji kamu berpotensi dipidana ketika mengkritik kamu?

Kami @psi_id juga sekumpulan anak muda yg ingin duduk di DPR & coba memperbaikinya.

Tapi jika kami jadi anggota DPR, kami juga ingin kinerja kami dikontrol publik.

Kritik sekeras mungkin jika tak benar!

Ini salah satu alasan penting kami tak akan bisa terima pasal karet UUMD3.

Kini kami bisa tidur nyenyak karena MK telah memenangkan rakyat & demokrasi.

Semoga ini menjadi pelajaran penting bagi para anggota dewan yang terhormat & juga bagi kita semua,” tulis Tsamara.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Salah satunya, MK membatalkan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Hakim MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 16/PUU-XVI/2018, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/6/2018) yang dilansir dari Kompas.com.

Kewenangan MKD mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR semula diatur dalam pasal 122 huruf l UU MD3.

Pasal tersebut berbunyi: (MKD bertugas) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

MK mengabulkan permohonan pemohon dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi untuk membatalkan ketentuan pasal tersebut karena bertentangan dengan UUD 1945.

“Pasal 122 huruf l, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Anwar Usman.

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat, MKD bukanlah alat kelengkapan yang dimaksudkan sebagai tameng DPR untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai telah merendahkan martabat DPR atau anggota DPR.

Dengan menempatkan MKD sebagai alat kelengkapan yang akan mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai merendahkan martabat DPR, maka hal itu tidak lagi sesuai atau sejalan dengan kedudukan MKD.

“Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa MKD adalah lembaga penegak etik terhadap anggota DPR,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan putusan.

MK juga menilai frasa “merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR” bersifat multitafsir. Frasa tersebut sangat fleksibel untuk dimaknai dalam bentuk apapun.

“Bahkan bila ditelisik rumusan norma tersebut, tidak terdapat penjelasan yang memberikan ukuran dan batasan mengenai ihwal apa saja dari perbuatan atau perkataan yang dapat dikategorikan sebagai telah merendahkan kehormatan DPR,” kata Saldi. (TribunWow.com/Woro Seto)

Sumber

Recommended Posts