Tiga tokoh senior mendaftarkan diri menjadi bakal calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ketiganya mendaftar ke Kantor DPP PSI Jakarta, Rabu (25/4).
Tiga tokoh ini adalah Kolumnis dan Analis Bisnis Christianto Wibisono, Pegiat Lingkungan dan Social Entrepreneur Silverius Oscar Unggul atau Onte dan Pendiri Museum Pustaka Peranakan Tionghoa Azmi Abubakar.
Christianto Wibisono menyatakan, dengan mendaftar di PSI, dirinya ingin mewariskan apa yang masih bisa diingat dan disumbangkan untuk masyarakat. Pria berusia 73 tahun ini mengaku bangga terlibat bersama anak-anak muda yang aktif di PSI.
“Saya ingin mewariskan pengalaman bermasyarakat terutama dalam mengikuti kebijakan publik agar kita menatap masa depan Indonesia secara lebih optimis tetapi tetap realistis,” kata Christianto.
Pada kesempatan tersebut, Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) itu menyumbangkan 86 hasil kajian PDBI yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh kader PSI.
Sementara Azmi Abubakar mengakui, PSI adalah pelabuhan baginya yang selama ini menghindari berorganisasi lewat jalur kepartaian. Dia menilai PSI adalah rumah baru sekaligus harapan baru.
“Karena belum pernah dalam sejarah Republik Indonesia ada sebuah partai yang diinisiasi oleh anak muda di mana mereka belum tercemar politik yang kotor. Untuk itu saya ingin masuk berjuang di dalamnya,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Onte menyatakan dirinya dan teman-teman lain telah berjuang dari dulu melawan ketidakadilan pengelolaan sumber daya alam. “Namun, dalam prosesnya, hal-hal baik yang kami bikin kerap terbentur kebijakan, terhalang politik,“ tutur dia.
Sekali waktu, pada 2012, Onte terjun menjadi calon wakil wali kota Kendari dari jalur independen. Namun, dia mengakui betapa sulitnya merebut kekuasaaan tanpa instrumen partai.
“Akhirnya, saya menemukan PSI. Ada satu hal yang saya suka dari PSI, yaitu slogan berpartai dalam kebajikan. Politik esensinya tidak kotor. Karena arena politik itu paling gampang dimasuki orang. Cukup angkat-angkat tas ketua partai, jadi caleg nomor satu. Cukup menjilat petinggi partai, siapapun dia bisa masuk,” kata pria berdarah Flores ini.
Menurut dia, arena yang kotor terjadi karena kita memberikan kesempatan pada orang-orang seperti itu untuk memguasai arena. Onte menyatakan, setelah melihat PSI, kayaknya ini arena yang baik dan bersih.
“Mumpung ada arena yang bersih dan belum terkontaminasi, ayo kita jaga, kita masuk arena,” ajak dia.
Menanggapi kehadiran tiga bacaleg ini, Ketua Umum PSI, Grace Natalie, mengaku bersyukur dan menyampaikan apresiasi. Sebagai kendaraan politik, kata dia, PSI sudah jadi.
“Silakan dimanfaatkan. Tapi, banyak aktivis tampaknya sulit sekali untuk menyeberang, seolah ada batas suci,” ungkap dia.
Padahal, lanjut Grace, demokrasi sekarang lebih banyak ke soal kebebasan, namun kekurangan produk hukum yang berkualitas. Dia mencontohkan revisi KUHP yang mengandung banyak masalah.
Dengan situasi semacam ini, lanjut dia, seharusnya ada lebih banyak orang baik dan berkualitas yang masuk masuk politik seperti Christianto, Azmi, dan Onte.
“Bayangkan, Pak Christianto sudah 73 tahun dan lututnya bermasalah, masih mau terjun berpolitik. Kendaraan sudah ada, momentum tersedia. Tunggu apa lagi,” pungkas Grace.
Dapat Dukungan
Sejumlah tokoh juga memberikan dukungan dengan keputusan ketiga tokoh senior tersebut masuk politik lewat PSI. Salah satunya adalah Mantan Dubes Argentina, Paraguay, dan Uruguay, Kartini Sjahrir.
Kartini menilai PSI adalah partai yang didirikan oleh anak-anak muda yang ingin merawat dan mempertahankan identitas kolektif NKRI yaitu kemajemukan. Kemajemukan, kata dia mensyaratkan dua hal yaitu toleransi dan kesetaraan.
Menurut Kartini, toleransi hanya mungkin kalau ada keragaman dan bukan keseragaman. Toleransi pada gilirannya membawa kesetaraan.
“Karena itu, PSI adalah juga partai lintas generasi bagi mereka yang berjiwa muda dan mendukung kemajemukan. Saya sangat mendukung tokoh-tokoh masyarakat seperti Bung Christianto Wibisono bergabung dengan PSI. Saya berharap lebih banyak lagi yang ikut serta,” ungkap Kartini dalam pesan pendeknya.
Sementara Sejarawan, Didi Kwartanada mengaku sudah mengenal Azmi sebagai pejuang kebhinekaan. Azmi, menurut dia adalah anomali, seorang yang berasal dari Aceh dan Islam yang sangat taat menginisiasi Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.
“Ia (Azmi) muncul mendobrak sekat-sekat yang diciptakan kolonialisme Belanda dan diperkuat oleh Orde Baru, bahwa Tionghoa adalah liyan atau the other, bukan bagian dari bangsa Indonesia,” kata Didi.
Tak hanya Christianto dan Azmi yang mendapatkan apresiasi, Onte juga mendapat apresiasi dari Masril Koto yang sudah lama mengenal Onte. Menurut Masril, Onte ini memiliki banyak jaringan dan dihormati oleh banyak kalangan.
“Kekuatan dia jaringan. Banyak kawan aktivis berasumsi bahwa masuk partai tidak akan ada yang berubah. Tapi ini keputusan penting karena memang Onte punya kekuatan dalam melihat persoalan di bawah. Khususnya, di sektor pertanian, kehutanan dan agrarian,” kata pendiri Bank Tani dan fellow Ashoka ini.