Terinspirasi nenek, presenter cantik Isyana Bagoes Oka masuk politik

Belum lama ini, kantor redaksi media-media di Jakarta mendapatkan kiriman bunga mawar putih. Dalam rangkaian bunga mawar cantik itu, terselip sebuah surat terbuka dari presenter cantik Isyana Bagoes Oka. Tak main-main, surat terbuka itu isinya pamitan, dari dunia jurnalistik ke dunia politik.

Bukan kali pertama seorang jurnalis, khususnya jurnalis televisi masuk ke dunia politik. Sebelumnya presenter cantik Grace Natalie juga telah mengepakkan sayap ke dunia politik. Bahkan tak tanggung-tanggung, mantan presenter tvOne itu menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Apa motivasi Isyana Bagoes Oka mengikuti jejak Grace Natalie masuk PSI?

“Almarhum nenek saya juga pernah jadi anggota DPR, pernah utusan golongan juga untuk MPR, saya merasa dari dulu ada keinginan ke arah situ, tapi dari dulu belum pas,” kata Isyana kepada merdeka.com minggu lalu di sebuah mal di bilangan Jakarta Selatan.

“Saya tidak bermaksud untuk kemudian benar-benar mengikuti persis jejak nenek saya, karena saya masuk lewat jalur beda. Mudah-mudahan cita-cita perjuangannya tetap sama. Karena nenek sauya dulu Utusan Golongan Hindu, tapi sangat memperjuangkan keragaman itu, kedamaian keragaman antara agama-agama,” imbuh Isyana.

Tak dapat dipungkiri, sosok Grace Natalie juga memberi andil besar bagi Isyana untuk memilih jalur politik, ketimbang melanjutkan profesi jurnalis yang membesarkannya. Sebagai sesama perempuan, sama-sama memiliki buah hati, dan sama-sama pernah jadi presenter televisi, membuat mereka nyambung, dan akhirnya Isyana mengikuti Grace, hijrah ke PSI.

“Salah satunya ya karena sudah kenal dengan Grace. Lebih mudah, dan lebih enak, dan pada saat ketemu anggota PSI lain ternyata orang-orangnya muda, gesit dan terbuka pemikirannya dan sekaligus gaya komunikasinya juga terbuka,” ungkap wanita cantik yang pernah jadi jurnalis di beberapa stasiun televisi seperti Trans TV, TV7, RCTI, dan pernah mengisi acara di MetroTV tersebut.

Bukan pilihan mudah, Isyana juga sempat gamang sebelum akhirnya benar-benar memutuskan pindah dari profesi yang sangat dicintainya. Namun dengan tekad bulat dan berkat dukungan dari keluarga dan orang-orang dekatnya, akhirnya wanita keturunan Bali-Manado ini mantap pamitan, kulonuwun, dan mendeklarasikan dirinya hijrah ke dunia politik.

Berikut wawancara wartawan merdeka.com, Anwar Khumaini dengan Isyana Bagos Oka, belum lama ini:

Belum lama ini kirim surat terbuka disertai bunga mawar putih ke media-media maksudnya apa?

Sebenarnya maksudnya untuk memberitahukan supaya orang-orang tahu kalau mulai saat itu saya bukan lagi jadi jurnalis. Kenapa melalui surat terbuka, karena kalau nggak melalui surat terbuka bisa jadi orang-orang berpikir, oh Isyana kan presenter, jurnalis televisi. Saya berpikir kalau sudah masuk ke politik sebaiknya memang ada batas ya. Kalau saya masih siaran, apalagi berita kayaknya nggak pas dilakukan oleh seorang yang sudah memiliki pandangan politik tertentu dan masuk partai. Jadi saya berpikir cara apa yang paling efektif, saya ngobrol dengan teman-teman PSI juga, akhirnya saya pikir bagus juga kalau kita kirim surat dan disertai mawar putih, karena logo PSI salah satunya ada mawar putih. Maksudnya adalah sekaligus tanda saya gabung PSI.

Dikirim ke mana saja surat terbuka dan bunga mawar putih itu?

Ke media-media, pemred-pemrednya terutama, terutama televisi, karena saya dari 2003 masuk sebagai jurnalis televisi. Salah satunya sebagai penghormatan saya, kulonuwun bahwa saya mundur dari jurnalis. Kalau saya kirim surat terbuka itu jadinya satu kali, dan senior-senior saya, teman-teman semua tahu kan. Sementara kalau tidak kirim surat terbuka dan bunga itu, mungkin yang tahu jadi sedikit. Jadi tujuannya sebenarnya memang murni ingin pamit, kulonuwun dan memberitahukan kalau saya sudah bukan lagi jurnalis.

Pamit untuk sementara atau seterusnya tak lagi jadi jurnalis?

Sampai saat ini saya berpikir kemarin itu, pada saat saya kirim bunga itu, dan surat terbuka itu, saya degdegan, luar biasa degdegan. Karena itu langkah terbesar dalam hidup saya. Saya berpikir kalau saya sudah memutuskan ini, mungkin yang bikin saya makin degdegan, karena saya merasa dengan kirim surat ini there is no turning back, nggak bisa balik lagi. Jadi degdegan saya itu seperti waku saya pertama live report dan wawancara Hillary Clinton, rasa degdegannya seperti itu. Degdegan itu berakhir saat wawancara selesai, wawancara Hillary 10 menit maksimal 15 menit, sementara live report pertama, arus mudik di Pantura 3 menit waktu masih di Trans TV, lalu pindah ke TV7. Itu setelah selesai siaran, degdegannya selesai. Tapi ini degdegannya panjang. Sudah dikirim (surat terbuka dan bunga) degdegan, sudah diterima belum ya, reaksinya seperti apa ya, karena saya memang murni ingin pamit baik-baik. Tapi kan kita nggak tau reaksi orang, dan itu degdegannya panjang. Setelah malam hari, tanggapan-tanggapan berdatangan, mulai makin lega, mulai makin mantap.

Mereka rata-rata mendukung langkah Isyana terjun ke dunia politik?

Banyak yang mengucapkan misalnya good luck, ada juga yang menyayangkan, sedih tapi memberikan masukan, mudah-mudahan bisa melakukan yang terbaik. Jadi kalau saya lihat mayoritas positif dan mendoakan, itu yang paling penting menurut saya, karena di dunia politik menurut saya semakin banyak dukungan doa semakin baik.

Dalam surat terbuka itu Isyana bilang bahwa surat itu sebagai penghormatan terhadap profesi jurnalis, bisa lebih dijelaskan?

Kan profesi jurnalis seharusnya independen. Pada saat saya sudah tidak lagi independen maka saya perlu kirim surat itu supaya orang tahu saya sudah lagi tidak independen dan berpartai. Sekaligus penghormatan saya pada senior-senior saya yang saya kirimi bunga dan surat terbuka, meskipun kalau saya tidak kirim bunga bukan berarti saya tidak hormat ke mereka.

Di PSI posisinya sebagai apa?

Salah satu ketua DPP.

Ketua bidang apa?

Kita masih Ketua DPP saja.

Masuk PSI lantaran di sana ada Grace Natalie (ketua umum) atau ada pertimbangan lain?

Salah satunya ya karena sudah kenal dengan Grace. Lebih mudah, dan lebih enak, dan pada saat ketemu anggota PSI lain ternyata orang-orangnya muda, gesit dan terbuka pemikirannya dan sekaligus gaya komunikasinya juga terbuka. Seperti kurang lebih di redaksi saja apa yang ada di pikiran kita kita kemukakan. Nah kemudian juga yang paling membuat saya tertarik adalah karena partai ini baru, orang-orangnya baru, muda-muda semua. Di DPP, Bahkan yang paling tua usianya nggak sampai 40 tahun. Syarat di seluruh pengurus sampai kecamatan kita maunya orang-orang muda yang tidak berusia lebih 45 tahun, kemudian belum pernah menjadi pengurus aktif di parpol mana pun supaya benar-benar baru dan tidak ada budaya dari parpol lama dibawa ke parpol baru ini.

Apakah pilih masuk PSI lantaran juga karena ketua umumnya seorang perempuan?

Salah satunya juga, karena kalau kita lihat ketumnya Grace, dia perempuan, seorang ibu, sampai sekarang masih memberi asi dan pompa asi untuk anaknya. Jadi karena perempuan kan pasti salah satu hal yang paling penting dalam hidupnya anak dan keluarga. Dengan adanya ketum perempuan, juga lebih mengerti kalau kita punya kebutuhan-kebutuhan mendesak terutama keluarga. Itu yang membikin saya oke, mari kita jalan dan tetap membagi perhatian untuk keluarga.

Dari jurnalis pindah menjadi politisi, apa karena jurnalis kurang menantang dibanding politisi?

Nggak juga. Kalau dibilang menarik, jurnalis jelas-jelas sangat menarik, sangat luar biasa menarik, karena bisa membawa kita ke mana saja. Cuman almarhum nenek saya itu juga pernah jadi anggota DPR, pernah utusan golongan juga untuk MPR, saya merasa dari dulu ada keinginan ke arah situ, tapi dari dulu belum pas. Pada saat saya melihat adanya PSI yang baru ini kok sepertinya sesuai dengan diri saya. Apalagi PSI punya DNA PSI, bukan menggunakan kata ideologi. PSI menggunakan DNA kebajikan dan keragaman. Saya merasa PSI sesuai dengan diri saya. Saya berasal dari keluarga beda suku, agama, dan Indonesia memang begitu, ada banyak agama, suku. Satu hal yang penting ditekankan di Indonesia, Bhineka Tunggal Ika.

Jadi masuk politik bukan tanpa alasan, karena mengikuti jejak nenek?

Meskipun sebenarnya nenek saya nggak penah gabung ke partai. Nenek saya itu lebih banyak masuk ke utusan golongan. Saya tidak bermaksud untuk kemudian benar-benar mengikuti persis jejak nenek saya, karena saya masuk lewat jalur beda. Mudah-mudahan cita-cita perjuangannya tetap sama. Karena nenek sauya dulu Utusan Golongan Hindu, tapi sangat memperjuangkan keragaman itu, kedamaian keragaman antara agama-agama.

Reaksi keluarga, orang tua, suami terutama saat Isyana memutuskan masuk dunia politik?

Beragam, ayah karena nenek saya itu ibunya ayah saya, ayah saya setuju sekali, senang sekali. Kemudian kalau ibu saya khawatir. Seperti biasa perempuan itu lebih khawatir, apalagi masuk dunia politik. Ibu saya jelas lebih khawatir. Kemudian sampai akhirnya saya meyakinkan ibu saya kalau yang saya lakukan hanyalah ingin mencoba berbuat baik. Kalau dari ibu saya yang baik itu yang paling penting. Ibu saya itu bisa dibilang sebegitu lurusnya. Akhirnya saya meyakinkan ibu saya, saya ingin lakukan yang baik, dan kalau kira-kira saya sudah agak melenceng, saya jelas-jelas minta ibu saya mengingatkan. Saya yakinkan ibu saya kalau saya melenceng saya akan berhenti. Makanya doa orang tua paling penting.

Kalau reaksi suami?

Suami saya, saya kenal suami saya dari 2001, saya pacaran juga 2001, jadi sudah lama kenal dan sampai saat ini dia selalu mendukung saya, termasuk waktu kirim surat terbuka. Itu kan suratnya cukup banyak ya, sampai saya kirim surat itu Senin, Minggu malam dia tidur satu jam karena bantu saya lay out. Waktu saya OTW kirim surat, di jalan dia tahu saya degdegan, dia pegangi tangan saya, untuk menguatkan saya, karena dia tahu sekali saya degdegan. Kalau orang pacaran sudah lama, pegangan tangan kan jarang. Apalagi sudah jadi suami istri, lebih banyak sibuk dan kerja, kalau pegangan tangan agak jarang, apalagi kita jarang keluar berdua, selalu sama anak. Jadi saya agak kaget saat dia pegang tangan tangan saya. Jadi pada saat itu saya sadar kalau suami saya dari dulu mendukung saya, kita saling support.

Bagaimana nantinya membagi waktu antara partai dan keluarga, karena PSI kan partai baru butuh, butuh banyak sosialisasi?

Sekarang masih dijalanin saja, dan berusaha kalau ada waktu kosong pasti sama anak, dan suami, keluarga. Kemudian kalau partai biasanya jarang mulai acara pagi, biasanya siang ke arah malam. Jadi pagi masih ketemu dan sempet ngurus anak, sekolah dsb, setiap momen yang tidak sedang meeting, atau tidak sedang sosialisasi, rapat dan sebagainya, itu pasti dengan anak.

Aktivitas lain apa selain aktif di PSI?

Sekarang fokus di sini, sama ke anak. Kalau untuk uang suami kan kerja. Kemudian paling sekarang ya ini, menjawab pertanyaan-pertanyaan, yang jelas itu yang agak transisinya musti agak sedikit berasa, karena biasanya kita nanya, nanya sedikit pendek selesai, sekarang ganti jawab pertanyaan. Transisi utamanya itu, dan mudah-mudahan bisa, perlahan-lahan, masih belajar untuk menjawab.

Recommended Posts