Setelah IMLEK Aku Pulang

Obituary untuk Agung Budi Prasetyo (foto paling kanan)

Matahari hampir terbenam, udara sejuk perlahan menggantikan udara panas yang menyengat dari siang tadi. Dulu Kota Malang selalu sejuk, tapi rasanya kini makin hari semakin panas, entah karena perubahan iklim atau suasana hati. Atau keduanya bisa saja menjadi alasan, sehingga terasa semakin panas. Setidaknya perubahan iklim juga disebabkan ulah manusia yang semakin tidak ramah kepada alam. Disisi lain, persoalan jurang sosial yang makin menganga rasanya membuat situasi semakin panas. Salah satunya dirasakan oleh kaum muda.

Hampir maghrib, Café Monopoli ramai oleh pengunjung. Mungkin karena posisinya tepat di depan Universitas Muhammadiyah Malang, sehingga yang datang kesana kebanyakan mahasiswa dan anak muda. Sore itu Fariz Aldiano, Sekertaris PSI Kota Malang yang juga adalah Koordinator pembentukan struktur PSI Malang Raya mengajak kawannya Bro Tio untuk bertemu. Maksudnya untuk memeperkenalkan Tio tentang PSI sekaligus mengajak Tio untuk menjadi pengurus PSI di Kota Batu.

Akhir September 2015 saat itu. Tio datang membawa kawannya, tubuhnya agak besar, menggunakan celana jeans biru, kaos polo bergaris yang ditutupi jaket berwarna hitam. Tio memperkenalkannya kepada Fariz dengan nama  Agung. Sebelum Fariz menjelaskan PSI kepada mereka berdua, ternyata Agung sudah lebih dulu melihat beberapa materi kampanye dan berita tentang PSI, dia bahkan sudah membuka website PSI. Agung suka visi dan misi PSI dalam video Apa Itu PSI, video ajakan Grace Natalie – Ketua Umum PSI untuk bergabung, juga Edisi Agustus Koran Solidaritas yang bertajuk Merdeka dalam Keragaman. Agung rupanya memang orang yang kritis, semua yang dilakukannya harus dia ketahui secara mendalam.

Secara singkat, tidak membutuhkan waktu panjang Tio dan Agung setuju bergabung dengan PSI. Agung menyerahkan KTP nya untuk syarat administrasi. Disana tertulis Agung Budi Prasetyo, nama lengkap Agung. Sambil menyerahkan KTP tersebut kepada Fariz, Agung menyampaikan “Aku ini belum pernah berpartai sebelumnya, semua Partai boleh bilang baru, tapi faktanya cuma reinkarnasi parpol lama. Itu kenapa aku mau gabung PSI, karena aku percaya semua yang dikerjakan bersama-sama dalam hubungan yang setara, pasti mendatangkan kebaikan” kenang Fariz.

Dalam perjalanannya, Agung kemudian menjadi Sekertaris Kecamatan Dau di Kabupaten Malang. Agung memilihnya, selain karena dirinya berdomisili disana, dia juga tidak ingin meninggalkan para petani yang selalu didampinginya. Sebagai orang yang dekat dengan  petani dia harus berada disana. Agung rajin mengikuti acara rapat-rapat PSI di Kabupaten maupun di wilayah Malang Raya yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Terakhir pertengahan Januari 2016, Agung berbicara pada rapat koordinasi PSI Malang Raya, dirinya mintab agara mahasiswa pendatang dari luar Malang agar diakomodir, “meskipun mereka akan meninggalkan Malang tapi bisa bantu-bantu sebagai relawan,  selain itu kelak di daerah mereka masing-masing, kabar tentang PSI akan mereka ceritakan” demikian usul Agung. Rupanya itulah pesan terakhir Agung kepada kawan-kawannya se-Malang Raya.

Pagi pukul 09.00 WIB, Fariz membaca pesan di Chatgroup WhatsApp Malang Raya, Agung meninggal dunia pagi itu. Agung baru saja kembali dari Magetan bersama isterinya yang lagi hamil. Kesempatan libur yang agak panjang digunakan Agung untuk selamatan tujuh bulan kehamilan isterinya. Fariz tersentak, baru saja hari Minggu pagi, Agung menelponnya untuk menanyakan “Aku lagi di Magetan, PSI Malang Raya kapan ada acara apa lagi?” demikian Fariz mengingat pembicaraan terakhirnya dengan almarhum.

Karena memang akam ada rapat koordinasi, meski belum dipastikan hari dan tanggalnya, Fariz mengatakan kepada Agung akan menginformasikan segera jika waktu pasti sudah ditetapkan. Agung sempat meminta agar dirinya jangan dijadikan Ketua, dia minta jadi pengurus harian biasa aja. Dia ingin mencarikan Ketua PSI yang lebih bagus dari dirinya, namun ditolak oleh Fariz, karena menururtnya Agung adalah orang yang paling tepat. Di akhir pembicaraan Agung mengatakan “Yasudah kalo gitu, Selasa setelah IMLEK aku pulang” lalu dirinya menutup pembicaraan.

Selasa pagi hari, Agung menepati janjinya. Dia benar-benar pulang, tapi bukan ke Malang. Dia pulang pada keabadian, mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa dirinya meminta untuk dijadikan pengurus harian biasa saja dan akan mencarikan Ketua yang terbaik untuk PSI. Tentu yang ditinggalkan hanya bisa menyebutnya sebagai ‘pertanda’ karena takdir pada ujungnya memang adalah rahasia Sang Kuasa. Agung telah mengajarkan kita bagaimana posisi Ketua Kecamatan begitu mulia dimatanya. Dia bisa saja menjadi pengurus Kabupaten, namun dia memilih mengurus Kecamatan Dau karena cintanya pada petani begitu dekat.

Ketum dan Sekjen serta seluruh pengurus DPP PSI tidak ketinggalan menyampaikan duka cita terdalam atas kepergian Agung. Bagaimanapun Bro Agung telah menunjukkan bahwa di tingkat Kecamatan, PSI telah memiliki kader-kader yang rela memberikan sebagian waktu dan tenaganya untuk membangun PSI. Sebagaimana aliran darah, Agung adalah denyutan  dalam nadi perjuangan PSI. Tanpa denyutan itu darah segar tidak akan mengalir menuju jantung kehidupan yang sebenarnya. Jantung dimana segala nilai dan prinsip perjuangan PSI dipompakan lalu dialirkan menuju syaraf-syaraf penggerak perubahan.

Bro Agung, setiap denyutan pasti akan berhenti, begitu juga denyutanmu. Namun darah yang telah kau pompakan tidak akan berhenti, karena darah perjuangan itu telah melahirkan ribuan denyutan lain di seluruh negeri yang kita cintai ini. Bro Agung, tenanglah dalam rengkuhan Sang Pencipta. Tuhan pasti selalu bersama anak-anak muda sepertimu, Jujur dan berani. Benih Mawar Putih yang kau tanam di Kecamatan Dau, tidak lama klagi akan mekar bersama senyum-senyum petani yang kepadanya cintamu kau berikan.

Selamat jalan Bro Agung, seperti janjimu untuk pulang, maka bagi kami kau tidak pernah pergi.

Recommended Posts