Presiden Jokowi dan ”Mutiara Selatan”

Bayangan alam yang gersang saat mendengar kata Rote pupus saat pesawat CN-295 Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara melayang jelang mendarat di Bandara DC Saundale, Ba’a, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Senin (8/1) sore. Hamparan sawah dan hutan lebat diselingi padang rumput bak permadani hijau terbentang subur di bumi paling selatan Negara Kesatuan RI ini.

Presiden Joko Widodo dan Nyonya Iriana Joko Widodo pun membuka awal tahun 2018 dengan melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Rote Ndao, yang dikenal juga dengan sebutan ”Mutiara Selatan” NKRI. Tidak sekadar berkunjung, Kepala Negara dan Ibu Negara juga menginap semalam di Nemberala Beach Resort, Pantai Nemberala, Desa Nemberala, Kecamatan Rote Barat, Rote Ndao, yang dihiasi dengan pasir putih, pepohonan kelapa, padang rumput hijau nan indah.

Presiden, Nyonya Iriana, beserta rombongan bertolak menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 dari Jakarta, Senin pukul 06.33 menuju Kupang. Setelah melakukan serangkaian acara di Kupang, Presiden terbang ke Ba’a menggunakan Pesawat Kepresidenan RJ-85, Senin sore.

Sepanjang perjalanan dari Bandara DC Saundale menuju Kantor Bupati Rote Ndao yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju Pantai Nemberala sejauh 40,1 kilometer, rakyat berdiri di tepi jalan menyambut Presiden Jokowi dengan penuh sukacita. ”Senang sekali kami akhirnya Presiden datang melihat kami di sini,” ujar Mira (22), warga Kelurahan Mokdale, Kecamatan Lobalain, Rote Ndao.

Rote Ndao merupakan kabupaten paling selatan perbatasan Indonesia dan Australia. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Pulau Timor sehingga pelayaran kapal dari Kupang ke Rote cukup ditempuh sekitar 2 jam dan jika menggunakan pesawat terbang dari Bandara El Tari, Kupang, ke Bandara DC Saundale memakan waktu sekitar 30 menit.

Pantai berpasir putih dengan laut jernih berwarna hijau kebiruan memeluk Pulau Rote, berhadapan langsung dengan Taman Nasional Prince Regent dan Semenanjung Dampier, pulau tempat Darwin, Ibu Kota Australia berada. Begitu dekatnya Kabupaten Rote Ndao dengan Australia sehingga kata Marcell Kilok (29), warga Da’a, ”Kalau naik perahu layar, seminggu sudah sampai di Australia.”

Jangan bandingkan dengan dari Rote ke Jakarta yang berjarak 2.461 kilometer. Namun, jarak tersebut bukan penghalang bagi Presiden Jokowi untuk datang dan menginap di Rote.

Indonesia sentris

Begitu gembiranya Bupati Rote Ndao Leonard Haning dan masyarakat menyambut kunjungan Presiden Jokowi dan Ibu Iriana. Bagi mereka, kehadiran Presiden di Rote Ndao merupakan anugerah yang sudah lama dinanti.

Kehadiran Presiden Jokowi di Rote Ndao tidak semata-mata melengkapi kunjungan kerja Kepala Negara dari Sabang, Aceh, sampai Merauke, Papua, dan dari Miangas di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, ke Rote atau dari barat ke timur dan dari utara ke selatan Indonesia. Presiden Jokowi pernah terbang menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 dari Sabang ke Wamena, Papua, selama sembilan jam lima belas menit.

Begitu luasnya Indonesia yang memiliki sedikitnya 17.000 pulau dengan 714 suku dan 1.100 bahasa daerah. Negeri kepulauan terbesar di dunia ini membuat waktu terbang dari Sabang ke Merauke setara dengan penerbangan dari London, Inggris, ke Istanbul, Turki, atau dari Jakarta ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Begitu besarnya Indonesia sebagai negara maupun bangsa, ini, kerap disampaikan Presiden Jokowi dalam setiap kunjungan kerjanya ke daerah, baik di perkotaan maupun kawasan pedalaman.

Presiden Jokowi selalu mengajak semua anak bangsa untuk bersama-sama menjaga kebinekaan Indonesia dan menjadikannya sebagai modal bersama membangun negeri maju yang sejahtera rakyatnya. Tanpa kebersamaan itu, upaya Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membangun bangsa dan negara dalam visi Indonesia sentris tentu tidak akan semulus yang diharapkan.

Pembangunan Indonesia sentris yang bermakna membangun dari pinggiran atau pulau-pulau di luar Jawa, yang selama puluhan tahun tertinggal. Selama tiga tahun terakhir pemerintah gencar membangun bandara, pelabuhan, jalan tol, jaringan rel kereta api, hingga pasar tradisional berkonsep modern di seluruh penjuru negeri.

Tentu saja dampaknya tidak secepat membalik telapak tangan. Namun, pembangunan yang berorientasi meningkatkan konektivitas antarwilayah dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Pulau Jawa, berdampak positif untuk jangka panjang jika dikerjakan secara berkesinambungan.

Hal itu pula yang membuat Presiden rajin berkunjung ke daerah, terutama daerah perbatasan, untuk memeriksa kemajuan proyek-proyek yang sedang berjalan. Tekad memajukan Indonesia dari pinggiran itu pula yang membuat Presiden Jokowi dan Ibu Iriana mau menginap di daerah, seperti di Pulau Rote yang dikunjunginya kali ini.

Pentingnya air

Tiga tahun lalu, Presiden Jokowi memerintahkan agar Kementerian Perhubungan memperpanjang landasan pacu dan membangun fasilitas Bandara DC Saundale. Kini, sudah ada penerbangan komersial berjadwal yang melayani rute Pulau Rote ke Kupang dan sebaliknya dengan pesawat jenis ATR-72.

”Semula saya kira harus terbang menggunakan helikopter dari Kupang, ternyata bandaranya sudah bisa didarati pesawat. Saya saja sampai lupa ternyata tiga tahun lalu memerintahkan Menteri Perhubungan untuk membenahi bandara di sini supaya bisa didarati pesawat,” ujar Presiden saat berbicara di hadapan para pengurus Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) dari seluruh Indonesia di Ba’a, Rote.

Dalam kunjungannya ke Rote Ndao ini, Presiden Jokowi memeriksa realisasi pembangunan 74 embung untuk menampung air di sekitar lahan pertanian dan peternakan rakyat. Pembangunan embung untuk menampung air hujan tersebut akan menyediakan air baku untuk minum, mengairi sawah, dan memenuhi kebutuhan peternakan milik masyarakat.

”Di sekitar embung baru ini sekarang sudah banyak sawah baru karena sumber air sudah tersedia. Air ini kunci untuk menyejahterakan masyarakat di NTT,” ujar Presiden seusai meresmikan embung Saina di Desa Oelolot, Kecamatan Rote Barat, Rote Ndao, Selasa pagi.

Memang tidak mudah menghadirkan negara untuk rakyat. Namun, niat baik pemimpin dan ketulusan memimpin untuk menyejahterakan rakyat selalu mewujud dalam hasil pembangunan yang bermanfaat bagi rakyat, baik untuk masa kini maupun masa depan. Bentuk pengejawantahan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

Hamzirwan Hamid

Sumber: Harian Kompas, 12 Januari 2018

Recommended Posts