Politik di Sepak Bola, Sepak Bola dalam Politik

Oleh: Yasrizal

Dari ladang kacang ke Gedung Putih. Itulah Jimmy Carter, petani yang sukses di panggung politik Amerika Serikat dan berkuasa selama empat tahun (1977-1981). Masih dari Negeri Paman Sam ada Ronald Wilson Reagan. Beranjak dari dunia film, ia naik ke panggung politik dan bertakhta selama dua periode (1981-1989) sebagai Presiden AS.

Sebelumnya, pria kelahiran Illinois itu menjadi Gubernur di California (1967-1975). Menyusul kemudian Arnold Schwarzenegger, aktor laga yang menjadi Gubernur di California (2003-2011). Kemudian muncul Joseph Ejercito Estrada. Pria Filipina ini mengikuti jejak Ronald Reagan. Dengan kepopulerannya sebagai bintang film, ia mampu menguasai negara yang dimerdekakan oleh Jose Rizal itu pada periode 1998-2001.

Itulah sekelumit orang-orang hebat dan sukses di pentas politik meski mereka bukan murni politikus sejak awal. Kehebatan nonpolitikus di dunia politik itu juga dimiliki oleh mereka yang berasal dari dunia olahraga. Sederet nama olahragawan yang mendunia, kemudian menjadi aktor politik di Pemerintahan di negara masing-masing. Sebut saja Edson Arantes do Nascimento alias Pele. Ia muncul sebagai pesepak bola dunia dalam usia muda, 17 tahun. Kemudian, Pele menjadi legenda hidup sepak bola Brasil.

Popularitas pria berkulit hitam itu menjadikannya sebagai Menteri Olahraga (1995-2001). Meski tak sampai menjadi Presiden, ia bak dewa di negeri Samba. Nama Pele identik dengan negara penghasil kopi terbesar di dunia itu. Di Italia, meski bukan pesepak bola, nama Silvio Barlusconi juga tak bisa diabaikan terkait politik. Pria perlente pemilik klub AC Milan itu sukses menjadi Perdana Menteri Negeri Pizza itu selama tiga periode. Periode terakhir pada 2008-2011. Popularitas Silvio Barlusconi di lapangan sepak bola ikut mendongkrak karier politiknya.

Politik dan bisnis sepak bola nyaris tak bisa dipisahkan dari lelaki ini. Teranyar, mantan pesepak bola dunia asal klub AC Milan, George Weah. Di luar dugaan, ia naik panggung politik dengan bidikan puncak pimpinan di negeri asalnya, Liberia. Sebelum terpilih menjadi Presiden Liberia periode (2018-2022), ia pernah menjadi calon Presiden pada era 2005.

Namun, Pemain Terbaik Dunia 1995 itu gagal memenangi pemilihan karena dianggap tak cukup berpengalaman di pentas politik. Sebelum menjadi orang nomor satu di negara yang terletak di Afrika Barat itu, ia sempat menjadi anggota Senat pada 2014. George Weah menjadi Presiden Liberia setelah berhasil mengalahkan Wakil Presiden selama 12 tahun Joseph Boakai. Ia menguasai 12 dari 15 daerah pemilihan. Sederet nama mantan pesepak bola juga sukses melanjutkan karienya dari sepak bola ke politik. Sebut saja Zico, Gianni Rivera, Lilian Thuram, hingga Andry Shevchenko. Mereka pernah melibatkan diri ke dunia politik praktis.

Bagaimana di Indonesia?

Kalau boleh jujur, baru cabang bulu tangkis yang prestasinya konsisten “mendunia”. Tetapi, sejauh ini saya belum mendengar ada mantan pebulu tangkis yang duduk di Parlamen atau menjadi anggota Legislatif di Kabupaten/Kota atau di Provinsi masing-masing.

Kita baru mendapat kabar kalau mantan juara dunia, Hariyanto Arbi, mendaftarkan diri untuk menjadi calon anggota DPR RI lewat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pimpinan artis Grace Natalie.

BolaSport.com mencatat, pada Pemilu untuk Legislatif 2014-2019, terdapat 3 mantan atlet yang melaju ke Senayan. Selain Utut Adianto (catur) yang merupakan incumbent, ada Yayuk Basuki (tenis), dan Moreno Soeprapto (pebalap). Sementara untuk jabatan politik lainnya seperti Bupati, Walikota atau Gubernur, kita sulit melihat calon dari kalangan olahragawan.

Lebih banyak kalangan artis yang memasuki panggung politik, seperti Dede Yusuf, Dedi Mizwar, Rano Karno, hingga Pasha Ungu. Tetapi, ketertarikan kalangan pelaku olahraga Indonesia terhadap politik mulai menggeliat. Khususnya dari kalangan sepak bola, walau bukan pemain sepak bola.

Pada musim Pilkada serentak tahun ini, setidaknya ada tiga pelaku sepak bola yang terjun langsung mengincar posisi jabatan politis. Ada mantan Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, yang mencalonkan diri menjadi Gubernur Sulawesi Selatan. Kemudian, Edy Rahmayadi, Ketua Umum PSSI, yang memilih pensiun dari profesionya sebagai tentara untuk terjun sebagai calon Gubernur Sumut. Serta Sihar Sitorus, mantan Komite Eksekutif PSSI era kepemimpinan Djohar Arifin Husen sebagai calon Wakil Gubernur Sumut yang berpasangan dengan mantan Gubernur DKI, Djarot Syaifullah Yusuf.

Terlepas dari kekuatan figur sebagai politikus dan profesinya, kekuatan popularitas di sepakbola tak bisa dikesampingkan. Popularitas internal sang tokoh dibangun lewat karier dan profesi, sementara polularitas eksternal terbangun melalui sepak bola. Masa eksternal jauh lebih besar dan sangat menentukan. Maka, tak heran bila sepak bola bisa dijadikan basis untuk berpolitik.

Sebaliknya, berpolitik bisa dibangun lewat sepak bola. Tentu tidak haram bila berpolitik di dalam sepak bola, asal jangan mempolitisir sepak bola untuk kepentingan politik. Karena ketika Soeratin mendirikan PSSI pada 1930, sepak bola juga menjadi salah satu alat perjuangan politik bangsa.

Sumber

Recommended Posts