Pengguna Internet Indonesia Tembus 210 Juta, PSI Ingatkan Undang-undang Masih Jadul

Pengguna Internet Indonesia tahun ini menembus angka 210 juta orang. Meskipun perkembangan ini menggembirakan, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengingatkan ancaman yang mungkin terjadi karena kurangnya aturan perundangan Indonesia yang mengatur soal Internet.

Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Sigit Widodo, Senin (13/6/2022), menyebut masih banyak aturan perundangan yang tidak update dengan perkembangan di dunia Internet. “Kebanyakan aturan perundangan kita masih jadul dan tidak mengatur perkembangan mutakhir di dunia siber,” ujarnya.

Sebelumnya Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis ‘Profil Internet Indonesia 2022’. Dalam profil tahunan itu APJII mencatat kenaikan jumlah pengguna internet di Indonesia dari 73,70 persen tahun lalu menjadi 77,02 persen di awal 2022 atau sama dengan 210.026.769 orang pengguna.

PSI mengingatkan, selama ini aturan perundangan yang mengatur Internet di Indonesia hanya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Pornografi yang dikeluarkan pada 2008. “Di luar itu aturan perundangan kita tidak mengatur soal Internet.

Sigit mencontohkan Undang-undang Telekomunikasi tahun 1999 yang sama sekali tidak menyebut soal Internet. “Undang-undang Telekomunikasi kita disahkan 23 tahun silam dan masih berlaku sampai sekarang. Anak yang lahir saat Undang-undang ini disahkan, sekarang sudah lulus sarjana. Jadul banget,” sesalnya.

Menurut laporan APJII, hanya sekitar 4 persen pengguna Internet di Indonesia yang menggunakan internet kurang dari satu jam setiap harinya. “Setengah dari pengguna internet Indonesia minimal menggunakan internet selama 6 jam per hari dan mereka tidak dilindungi aturan perundangan kita selain UU ITE dan UU Pornografi. Ini meresahkan sekali,” kata Sigit.

Masih menurut Sigit, tidak adanya aturan perundangan yang jelas membuat 210 juta Warga Negara Indonesia rentan diserang di dunia siber. “Yang paling jelas soal perlindungan data pribadi yang selama ini banyak sekali diretas dan diperjualbelikan,” ujarnya.

PSI menilai Undang-undang Indonesia tidak mengikuti perkembangan teknologi di Internet. “Jangankan untuk mengatur Internet of Things, misalnya, layanan over the top yang sehari-hari digunakan masyarakat saja tidak ada aturannya,” ungkap Sigit.

Karena itu, PSI berharap pemerintah dan DPR RI dapat segera merevisi semua aturan perundangan untuk menyesuaikan dengan perkembangan terkini di Internet. “Jangan sampai pengguna dan teknologinya berkembang terus, tapi aturan perundanganya tertinggal puluhan tahun,” pungkas Sigit.

Recommended Posts