Merebut Politik Kaum Muda

Oleh Suci Mayang Sari

Ada beberapa hal yang mengkhawatirkan terkait persepsi kaum pemuda hari ini. Dalam sebuah survei terhadap 4.200 mahasiswa muslim oleh lembaga survei Alvara di Jakarta, 20 persen mendukung pendirian kekhalifahan Islam dan hampir 25 persen bersedia mengobarkan perang jihadi untuk mencapai hal itu.

Survei CSIS di bulan Agustus tahun 2017, sebagian besar kaum muda masih berpikiran konservatif, pandangannya terhadap globalisasi amat negatif. Dalam survei ini, kaum muda merasa globalisasi dapat meningkatkan seks bebas, melemahnya peran agama, dan meningkatnya kriminalitas. Lebih dari 53 persen mereka menolak kepemimpinan yang berbeda agama.

Kerja sama luar negeri yang paling menguntungkan, menurut mereka, adalah kerja sama dengan Arab Saudi dan ASEAN. Sementara kerja sama dengan China dan Amerika mereka anggap dapat merugikan.

Meski demikian, sebagian besar dari responden (kaum muda ini) masih percaya kepada pemerintahan saat ini. Mereka puas terhadap kinerja pemerintahan saat ini. Mereka bahagia dan optimis terhadap masa depan.

Menurut Data dari KPU, partisipasi kaum muda di politik juga amat minim. Dalam pemilu 2014, hanya 50 persen kaum muda (dengan rentang umur 17 – 29 tahun) yang ikut memilih dan masuk ke bilik suara. Padahal jumlah mereka semakin hari semakin meningkat. Pemilih muda di tahun 2019 nanti, 51 persen dari jumlah pemilih (196,5 juta) merupakan pemilih berusia di bawah 35 tahun.

Tapi, di balik hasil survei yang mencemaskan, tetap ada titik cerah. Sejak munculnya Jokowi dan Ahok, ada begitu banyak pemuda yang antusias terlibat di dalam politik.

Awalnya itu hanya terjadi di dalam kasus Jokowi dan Ahok. Kemudian gelombang antusiasme ini menyebar ke beberapa kota lainnya, seperti kaum muda yang ikut mendukung Ridwan Kamil di Bandung dan Nurdin Abdullah di Sulawesi Selatan. Kaum muda mulai terinspirasi oleh para pemimpin baru, pemimpin progresif dan professional, yang bekerja dengan hasil nyata.

Ini fenomena baik, di mana ada sekelompok anak muda,yang secara sukarela, bersedia tanpa dibayar, menyediakan diri untuk membantu, bekerja sama dan mengampanyekan tokoh-tokoh tadi.

Lahirnya generasi baru kepemimpinan nasional dalam sosok seperti Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil, dan Nurdin Abdullah ini menginsipirasi anak muda untuk aktif di dalam politik. Anak-anak muda yang mulai terinspirasi ini datang dari berbagai kalangan, terutama kalangan menengah dan kreatif. Mereka mendukung dengan platform dan cara-cara kreatif.

Diawali dengan mereka menjadi sukarelawan, hingga akhirnya mereka terjun langsung dan menyediakan diri masuk ke dalam sistem. Kaum muda mulai tergerak, mereka tidak lagi berada di pinggiran dan hanya menjadi penonton. Mereka mulai aktif, mulai terlibat dan berusaha masuk ke dalam sistem, menjadi aktor perubahan. Inilah tahap berikutnya keterlibatan kaum milenial di dalam poltik.

PSI adalah reinkarnasi semangat anak muda untuk memperbaiki politik dengan terjun langsung ke akar persoalan bangsa.

PSI didirikan dan diisi kaum muda yang terinspirasi oleh sosok seperti Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil, Nurdin Abdullah, dll. Anak-anak muda ini belajar dari para tokoh politik baru tadi bahwa politik tidak selamanya kotor, dan politik adalah jalan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, memastikan masa depan kami, kaum muda, akan lebih baik dibanding sebelumnya.

Kami belajar bahwa hanya melalui instrument politik, perbaikan kehidupan masyarakat bisa tercapai. Hanya mengeluh atau apatis, tidak akan mengubah keadaan. Kaum muda harus berani, maju ke depan, mengambil peran, masuk ke politik, dan melakukan perubahan dari dalam.

Kepengurusan PSI dimotori oleh anak muda dan perempuan. Di DPP, pengurus perempuan menempati 60 persen. Sementara untuk seluruh Indonesia, jumlah pengurus perempuan ada 42 persen, Jumlah pengurus lelaki ada 58 persen. Dalam rentang umur, sekitar 75 persen pengurus PSI berusia di bawah 30 tahun.

Jadi, PSI ini adalah suatu bentuk keberanian anak muda yang terinspirasi dari para tokoh-tokoh tadi. PSI melihat politik dengan cara yang berbeda. Keterlibatan di dalam politik bukan hanya untuk duduk di dalam kekuasaan saja, tapi PSI ingin menggunakan kekuasaan dengan cara-cara yang lebih baik, yang etis dan tidak korup, sebagai cara menentukan arah masa depan.

Kami sadar, masa depan kita bersama ditentukan oleh politik. Maka tidak ada cara lain bagi kami selain ikut terjun ke dalam politik. Kami adalah anak-anak muda yang tidak bisa menunggu sampai negara ini pecah dan gagal karena intoleransi dan korupsi. Kami ingin merebut masa depan kami. Masa depan kita semua. Masa depan Indonesia.

 

Suci Mayang Sari adalah Bendahara Umum PSI

*Esai ini pertama kali dimuat di Qureta.com

 

 

 

Recommended Posts