Membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) [Bagian I] 

Oleh: Mohamad Guntur Romli

Tidak banyak yang tahu kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah menyiapkan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Khilafah, mereka sudah memutuskan bentuk negara, sistem pemerintahan, perangkat dan aparat negara dan pemerintahan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

UUD Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir sudah diresmikan oleh Hizbut Tahrir Internasional, sebagai pusat partai politik internasional ini.

Tulisan ini akan mengulas dan membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir bersumber dari kitab-kitab utama mereka yang disebut “mutabanni” (kitab adopsian).

Namun sebelumnya saya ingin mengapresiasi siapa pun yang telah ikut menyebarkan tulisan saya sebelum ini “Membungkam Jubir Hizbut Tahrir, HTI di Pengadilan” baik menyebarkan melalui website, WA, facebook, twitter, instagram dan lainnya.

Semoga usaha kita ini dicatat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt sebagai bentuk kecintaan kita pada Ibu Pertiwi, Indonesia yang kini dirongrong oleh sebuah partai politik internasional yang ingin mengubah Republik Indonesia menjadi Negara Khilafah.

Saya pun berharap bagi semua warga negara Indonesia khususnya kaum Muslimin yang terpanggil “hubbul wathan minal iman” (mencintai tanah air adalah bagian dari iman Islam), ikut menyebarkan tulisan saya ini dan tulisan-tulisan saya berikutnya. Terima kasih! Jazakumullah!

Dalam membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir saya berdasarkan 3 buku utama mereka dan 1 buku Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia.

Tiga buku utama mereka adalah:

1. Buku Nidzamul Islam, karya pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani, yang merupakan buku sentran ideologi dan gerakan Hizbut Tahrir, karena buku-buku selanjutnya Hizbut Tahrir hanyalah penjelasan atas buku ini (tidak ada penambahan, apalagi koreksi! Karya-karya Taqiyudin bagi Hizbut Tahrir bersifat mutlak, tidak boleh seorang pun di kemudian hari menambahkan, apalagi mengoreksi, meskipun itu Amir/Pemimpin Tertinggi Pengganti Taqiyudin.

Misalnya Abdul Qadim Zallum, Pengganti setelah Taqiyudin menulis kitab yang merupakan penjabaran atas buku “Nidzamul Islam” Taqiyudin diberi judul “Nidzamul Hukmi fil Islam”, sementara Atha Abu Ar-Rasytah pengganti Abdul Qadim Zallum di eranya menjabarkan “UUD Negara Khilafah” yang sudah ditulis oleh Taqiyudin dalam “Nidzamul Islam” dengan menerbitkan sebuah buku “Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah” yang merupakan “blueprint” Bentuk dan Sistem pemerintahan dan  Administrasi Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir.

2. Buku “Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah” yang sudah disinggung di atas, yang ditulis dan diterbitkan pada era Amir Ketiga Hizbut Tahrir Internasional, Atha Abu Ar-Rasytah pada tahun 2005, tapi sebenarnya merujuk dan menjabarkan pada UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir yang sudah ditulis Taqiyudin pada tahun 1953.

3. Buku “Ta’rif Hizbut Tahrir”, buku tentang, statuta, definisi Hizbut Tahrir yang resmi dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir Internasional, yang ditetapkan 15 Jumadal Ula 1431 H/29 Naisan (April) 2010 dan termasuk dalam daftar buku-buku utama (mutabanni) Hizbut Tahrir.

4. Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia tahun 2009, penggunaan istilah Manufesto oleh Hizbut Tahrir ini menarik, mengingatkan kita pada Manifesto Komunis yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels (1848). Saya sebagai saksi fakta yang dihadirkan di Pengadilan 8 Maret 2018 sebenarnya ingin menyinggung hal ini, tapi karena saya tidak boleh berpendapat, saya hanya boleh bersaksi atas apa yang saya lihat, dengar, ketahui dan alami, kalau pendapat merupakan wewenang saksi ahli, namun dalam kesempatan ini izinkan saya memfokuskan bahwa Hizbut Tahrir memiliki persamaan yang jelas dengan bentuk, struktur dan jaringan Komunis Internasional yang biasa disingkat Komintern.

Penggunaan kata Manifesto adalah bukti yang utama, Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia dan Manifesto Komunis, seperti halnya Komunisme Internasional, Hizbut Tahrir adalah partai politik internasional, sama-sama memperjuangkan satu asas, satu bentuk negara, dan tunduk pada kepemimpinan internasional.

Namun soal kesamaan Hizbut Tahrir dengan Komunisme Internasional saya akan ulas di tulisan yang berbeda, dalam tulisan ini saya mau fokus pada masalah membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir.

Sebelum saya mengulas UUD dan Bentuk Negara Khilafah Hizbut Tahrir, saya mengajak anda untuk mengingat kembali apa itu Hizbut Tahrir dan apa tujuannya:

Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Politik aktivitasnya, Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin ummat untuk mengembalikan Khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah.

Hizbut Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat), bukan organisasi ilmiah/akademik (srt lembaga riset), bukan organisasi pengajaran (sprt madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan masyarakat).

(Ini halaman 4 dari buku Ta’rif (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan (April) 2010).

Intinya: Hizbut Tahrir adalah PARTAI POLITIK Internasional, bukan Ormas, bukan lembaga pendidikan, bukan lembaga spiritual keagamaan, dst dan tujuannya: MENDIRIKAN NEGARA KHILAFAH.

UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Bertentangan dan Menolak UUD 1945! 

UUD Negara Khilafah dan Bentuk Negara Khilafah sudah diputuskan dan ditulis oleh Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani sejak tahun 1953 dalam buku yang ia tulis “Nidzamul Islam” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Peraturan Hidup dalam Islam”.

UUD Negara Khilafah dalam buku ini berisi 191 Pasal, yang tujuannya membangun sebuah negara agama yang mutlak dikendalikan oleh seorang pemimpin tertinggi dengan kewenangan yang absolut yang disebut Khalifah. Dalam UUD ini tidak ada pembagian kewenangan eksekutif, yudikatif dan legislatif, karena kewenangan ini semuanya ada di tangan Khalifah, dia tidak punya masa jabatan, punya hak melegislasi UU, mengangkat hakim-hakim peradilan.

Pasal 1 disebutkan: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan akidah Islam.”

Pasal 2 membagi dua jenis negara menjadi 2 saja: Negara Islam dan Negara Kafir, dan buku Ta’rif Hizbut Tahrir disebutkan: tidak ada satu pun negara di dunia saat ini yang bisa disebut Negara Islam, semuanya Negara Kafir meskipun penduduknya mayoritas muslim, karena menjalankan Hukum Kafir (termasuk Indonesia) ini di halaman: 14 dan 95.

Pasal 3, menyebutkan Khalifah, sebagai pemimpin tertinggi juga punya kewenangan legislasi mutlak: “Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang- undang negara. Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.”—Dari perspektif UUD negara Indonesia, Khalifah ini menjadi Presiden sekaligus menjadi DPR yang punya hak membuat dan mengesahkan UU.

Pasal 7, Syariat Islam berlaku baik untuk muslim dan non muslim: “Negara memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik Muslim maupun non-Muslim”

Pasal 8 menegaskan Bahasa Arab adalah bahasa resmi Negara Khilafah Hizbut Tahrir—meski banyak sekali elit-elit Hizbut Tahrir di Indonesia—apalagi pengikutnya—yang tidak bisa bahasa Arab. “Pasal 8 Bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam, dan satu-satunya bahasa resmi yang digunakan negara.”

Pasal 11 tugas pokok negara adalah dakwah Islam, bukan “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” seperti dalam Pembukaan UUD 1945, kalau Negara Khilafah tegak, maka ormas keagamaan kemasyarakat seperti NU, Muhammadiyah, Persis dll akan bubar karena tugasnya dakwah Islam sudah diambil Negara Khilafah. “Pasal 11: Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara.”

Kekuasan pemerintahan hanya diperuntukkan untuk kalangan laki-laki saja: “Pasal 19: Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki jabatan apa saja yang berkaitan dengan kekuasaan, kecuali orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan dan beragama Islam.”

Meskipun partai politik diperbolehkan didirikan di Negara Khilafah tapi mutlak harus berdasarkan Islam, dan segala jenis perkumpulan yang tidak berdasarkan Islam dilarang secara mutlkak. “Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam.” (Pasal 21).

Dalam Struktur Negara ditetapkan hanya 13 (tidak boleh ditambah atau dikurangi karena ini sudah keputusan mutlak Taqiyudin An-Nabhani) dan TIDAK ADA PENDIDIKAN dan lembaga Peradilan (Yudikatif) di bawah kekuasaan Khalifah:

“Pasal 23

Struktur negara terdiri atas tiga belas bagian:

a. Khalifah
b. Mu’awin Tafwidl
c. Mu’awin Tanfidz d. Al-Wulat
e. Amirul Jihad
f. Keamanan Dalam Negeri
g. Urusan Luar Negeri
h. Perindustrian
i. Al-Qadla
j. Kemaslahatan Umat
k. Baitul Mal
l. Penerangan
m. Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah).”

Jadi anda akan membayangkan Khalifah dalam Negara Khilafah ini adalah Presiden sekaligus  Ketua MPR dan DPR, Ketua MA, Ketua MK, Ketua KPK, dan semua kewenangan yang terpusat pada satu orang: Khalifah!

Pasal 26, hak memilih Khalifah hanya milik muslim saja, NON-MUSLIM TIDAK PUNYA HAK MEMILIH, apalagi dipilih.

Setelah Khalifah diba’at dan dianggap sah, maka kaum muslim yang lain dipaksa untuk berbai’at. “Setiap orang yang menolak dan memecahbelah persatuan kaum Muslim, dipaksa untuk berbaiat.” (Pasal 27).

Pasal 36 menegaskan wewenang Khalifah baik sebagai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Militer yang memiliki kekuasaan absolut, mutlak, dan setralistik.

Pasal 36 Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan sunah rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar.

b. Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, baik dalam maupun luar negeri. Dialah yang memegang kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan perang, mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya.

c. Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta negara asing. Dia juga yang berhak menentukan dan memberhentikan duta kaum Muslim.

d. Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga bertanggung jawab kepada Majelis Umat.

e. Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadli Qudlat (Hakim Agung)

f. Dialah yangmenentukanhukum-hukumsyara’ yang berhubungan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN, pemasukan maupun pengeluarannya.”

Masa jabatan Khalifah tidak terbatas, hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 “Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah. Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah”

Demikian ulasan tentang UUD Negara Khilafah yang telah ditetapkan oleh Hizbut Tahrir Internasional sejak tahun 1953, apabila anda tertarik untuk membaca lebih lanjut silakan unduh buku

Nidzamul Islam (Arab) http://www.hizb-ut-tahrir.org/index.php/AR/bshow/39/

Nidzamul Islam, The System of Islam (english) http://www.hizb-ut-tahrir.org/index.php/EN/bshow/1694/

Dari bacaan di atas maka UUD Negara Khilafah tidak lebih sebagai:

1. Negara Agama, Negara Islam yang bersifat mutlak, tidak boleh ada partai dan perkumpulan apapun yang berdasarkan selain Islam

2. Khalifah memiliki wewenang yang absolut, mutlak dan sentralistik, kalau kita bandingkan pada sistem pemerintahan saat ini, seorang Khalifah itu sebagai Presiden, MPR dan DPR, MA, MK, KPK dll semua kekuasaan dan kewenangan berpusat pada dirinya, ditambah lagi tidak ada masa jabatan bagi seorang Khalifah.

Untuk ulasan lain terkait Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan, serta Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan saya ulas dalam tulisan berikutnya.

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq

Mohamad Guntur Romli

Sumber

 

Recommended Posts