Lepaskan Sekat-Sekat Politik Melawan Pandemi


Memasuki hari keempat PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali memperlihatkan kabar baik sekaligus kabar kurang baik pada kita. Kabar baiknya terlihat Pemerintah Daerah mulai serius dalam mengetatkan mobilitas warga di daerah masing-masing. DKI Jakarta misalnya telah melakukan penyekatan jalan untuk menghalangi mobilitas orang menuju Jakarta. Setidaknya ada 72 titik penyekatan yang dijaga aparat TNI dan Polri. Kondisi ini terlihat sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya bahkan ketika pelarangan masa mudik beberapa waktu lalu.

Kabar kurang baiknya terkait dengan masih kurangnya kesadaran warga kita akan pentingnya untuk berdiam diri di rumah sementara PPKM Darurat berlaku. Di DKI Jakarta sejak senin 5 Juli 2021 masih terdapat ribuan warga luar Jakarta yang berasal dari Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi berusaha memasuki wilayah Jakarta untuk bekerja. Jelas terlihat di tempat-tempat penyekatan terjadi kemacetan yang mengular di tengah ganasnya corona varian delta di Jakarta.

Masih banyaknya warga yang melakukan mobilitas bisa mengancam keberhasilan PPKM Darurat. Oleh karena itu Menteri Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan sebagai Koordinator PPKM Darurat Jawa dan Bali memberikan ancaman kepada kantor atau perusahaan yang berkategori non esential bila masih mewajibkan karyawan ke kantor akan mencabut izin perusahaan tersebut. Ancaman ini saya kira perlu untuk dijalankan karena memaksa karyawan untuk bekerja di tengah pandemi adalah bukti kurangnya rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama. Apalagi kondisi pandemi ini tidak hanya mengancam kehidupan orang perorang melainkan sudah menjadi sebuah ancaman nasional.

Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga protokol kesehatan (Prokes) memang menjadi halangan terbesar bagi kita untuk segera terlepas dari pandemi dan tidak terjadi di Ibu Kota saja. Kejadian di Padang misalnya, pada 4 Juli 2021 seorang Ibu yang sedang makan bersama di sbuah restoran merekam komentarnya sendiri tentang kondisi di rumah makan itu.

“Saya lagi di Padang, makan di Restoran Bebek Sawah. Rame, enggak ada jaga jarak. Bebas. Kenapa kita di Jakarta pada panik semua?,” ujarnya . “Udah jangan panik, terus saja lawan, pemerintahan zalim, ayo selamat makan semua,” katanya dalam video itu. Video itu menyebar ke berbagai grup WhatsApp dan media sosial lainnya.

Bagi saya ini persoalan yang sangat serius. Sebagian masyarakat tidak hanya menolak prokes semata namun juga menganjurkan orang untuk tidak menaati prokes. Yang paling membuat saya khawatir sekaligus prihatin adalah penolakan ini tidak hanya sekedar karena menganggap covid 19 tidak berbahaya tetapi juga berdasarkan preferensi politik. Hal ini tersirat dalam pernyataan ibu-ibu diatas yang memakai narasi yang menyebut pemerintahan zalim.

Kata-kata ini tidaklah berdiri sendiri melainkan dilatari oleh polarisasi politik yang ada di sekitar kita selama ini. Saya sendiri melihat di berbagai whatsap grup betapa polarisasi politik ternyata membuat kita juga terbelah atas pilihan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Setuju atau tidak setuju turut ditentukan oleh di sisi siapa kita berdiri di Pilpres kemarin.

PPKM darurat ini tidak akan mencapai hasil yang menggembirakan bila kesadaran kita semua tidak hadir untuk mematuhi aturan pemerintah. Belajar dari lockdown yang diterapkan negara lain, kesadaran warga dan ketegasan pemerintah adalah kunci keberhasilan. Mungkin hanya China yang berhasil menurunkan laju pandemi dengan cara lockdown. China memiliki kombinasi terbaik untuk membuat lockdown atau karantina kesehatan berhasil yakni pemerintahan yang keras cenderung otoriter ditambah dengan warga negara yang patuh dan taat terhadap negara.

Sementara itu di negara-negara demokratis seperti Malaysia misalnya kini telah memasuki tahap keempat Penguncian Total (lockdown) nasional. Lockdown terus diperpanjang karena negara Malaysia mencatat terus terjadi peningkatan kasus covid. Pada 29 Mei 2021 tercatat rekor 9.020 kasus dan 98 kematian. Total kasus sejak awal pandemi sekarang mencapai 572.357 dengan 2.796 kematian. Malaysia memiliki wabah terburuk di Asia Tenggara dibandingkan dengan ukuran populasinya, meskipun beban kasusnya secara keseluruhan lebih rendah daripada Indonesia dan Filipina yang lebih padat penduduknya.

Data resmi menunjukkan, tingkat infeksi harian Malaysia per satu juta orang kini melebihi India. Menurut data Universitas Johns Hopkins yang diterbitkan Our World in Data dan dikutip CNBC, per Selasa (25/5/2021) Malaysia melaporkan 205,1 kasus per satu juta penduduk, sedangkan India hanya 150,4 per satu juta penduduk. Masih lebih tinggi dari Indonesia yang sekitar 119,6 kasus per satu juta penduduk.

Kenapa lockdown di Malaysia tidak berhasil menurunkan laju pandemi ? Menurut The Star, pelaksanaan lockdown pada hari pertama gagal dan jauh dari harapan. Warung makan dan pasar sentral masih memungkinkan untuk pelanggan makan di tempat meskipun ada larangan nasional. Mantan Perdana Menteri Mahatir Mohamad dalam chanel Youtubenya juga menyampaikan kritikan kepada pemerintah karena masih banyak orang yang bisa keluar bekerja dan banyak kendaraan yang masih lalu lalang di jalanan. Kesamaan dengan Indonesia adalah tercampurnya urusan politik dengan perlawanan terhadap pandemi. Di Malaysia juga muncul tagar pemerintahan zalim bahkan ada gerakan untuk memecat Perdana Menteri.

Apa yang terjadi di Malaysia hendaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia dan bagi kita semua tentang pentingnya ketegasan pemerintah serta ketaatan masyarakat terhadap aturan. Negara kita tidak mungkin menerapkan pemerintahan otoriter yang masuk terlalu jauh ke ranah pribadi masyarakat seperti di China. Yang bisa kita lakukan adalah menegakkan aturan PPKM Darurat sebaik-baiknya untuk membatasi mobilisasi dan mencegah penularan covid varian delta yang sangat berbahaya ini.

Jangan ada lagi provokasi-provokasi yang mengajak orang untuk tidak mematuhi prokes serupa kejadian di Padang kemarin. Apalagi bila kehendak membangkang dilatari oleh polarisasi politik yang tak kunjung usai. Kacamata politik sebagai oposisi tidak tepat digunakan dalam kondisi pandemi ini. Ketika pemerintah mengambil jalan PSBB atau PPKM, pemerintah dinilai tidak tegas dan berharap pemerintah menerapkan lockdown. Sebaliknya ketika pemerintah mengambil kebijakan PPKM Darurat yang ketat serupa lokcdown malah pemerintah dibilang zalim. Bila ini terus terjadi maka akan selalu terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap prokes yang menjadi tumpuan kita bersama untuk melawan pandemi ini.

Sekali lagi, kini saatnya kita bersatu melawan pandemi dan kita lepaskan sekat-sekat politik yang ada. Ketika anda terkena covid dan menuju rumah sakit tidak akan ada yang menanyakan apa partai pilihan anda atau siapa presiden pilihan anda. Namun yang akan ditanyakan seberapa kuat anda bisa bertahan dalam antrian pasien yang meluber kemana-mana. Sungguh, dalam politik pilihan kita tak harus sama namun dalam tragedi kemanusiaan kita harus tegak dalam barisan yang sama. Semoga Tuhan bersama kita untuk bangkit dan bersatu melawan pandemi.





Sumber

Recommended Posts