Kudeta Militer Myanmar, PSI: Supremasi Sipil Harus Ditegakkan

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meminta militer Myanmar menghormati dan menegakkan supremasi sipil.

“PSI meminta kepada otoritas militer Myanmar untuk menghormati supremasi sipil. Artinya, mereka juga harus menghormati hasil Pemilu, menghentikan kudeta dan kembali pada Piagam ASEAN, yang di antaranya tentang komitmen pada hukum, pemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional,” kata Ketua DPP PSI, Isyana Bagoes Oka, dalam keterangan tertulis, Selasa 2 Februari 2021.

Diberitakan sebelumnya, militer Myanmar di bawah kendali Jenderal Min Aung Hlaing menangkap pemimpin de facto negara itu, Aung San Suu Kyi, dan Presiden Myanmar, Win Myint, dengan tuduhan proses Pemilu yang penuh kecurangan. Selain mereka berdua, militer turut menangkap sejumlah petinggi negeri itu lainnya.

Isyana juga menambahkan, kudeta ketiga yang dilakukan militer Myanmar sejak merdeka dari Inggris pada 1948 itu menjadi preseden buruk dari hubungan militer dengan politik. Oleh karena itu, sudah semestinya kekuasaan militer Myanmar dibatasi karena berkali-kali mengancam pemerintahan demokratis.

“Kita lihat apa yang sedang terjadi di Myanmar, bahwa keterlibatan militer dalam urusan politik adalah sebuah ancaman nyata bagi demokrasi,” imbuh dia.

Lebih jauh, PSI meminta Kedutaan Besar RI di Myanmar proaktif menjamin keselamatan ratusan WNI di negara tersebut.

“Keselamatan warga negara kita di sana harus diutamakan. Kedubes kita mesti proaktif mengawasi WNI, dan jika situasi memburuk, jangan ragu untuk memulangkan mereka,” pungkas Kepala Sekolah Kader Solidaritas Indonesia itu.

Pada Pemilu November 2020, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi keluar sebagai pemenang dan menguasai parlemen Myanmar. Tapi, belakangan muncul tudingan dari militer soal kecurangan pemilu tersebut.

Saat ini, kepemimpinan politik di Myanmar diambil alih oleh Jenderal Min Aung Hlaing, yang langsung mendeklarasikan keadaan darurat selama satu tahun. Militer pun dilaporkan telah memutus jaringan televisi, radio, internet dan telepon.

Recommended Posts