Besarkan partai dengan manfaatkan jaringan pertemanan wartawan

Lama menjadi jurnalis, Grace Natalie tentunya telah memiliki jaringan kolega yang luas, baik sesama wartawan maupun para nara sumber. Jaringan inilah yang nantinya dimanfaatkan oleh mantan presenter tvOne tersebut untuk memperkenalkan partainya kepada publik.

“Kalau mereka support paling nggak mereka bisa kasih masukan PSI dari kacamata media baiknya gimana, karena media salah satu pilar demokrasi,” kata Grace Natalie dalam wawancara khusus dengan merdeka.com, Kamis (23/4) lalu.

Dengan pengalamannya sebagai wartawan itu pula, Grace ingin dibantu sosialisasi kepada masyarakat. Mengingat, partai yang dia rintis ini masih baru dan tidak memiliki media, atau pun afiliasi dengan kekuatan pemodal besar. “Kita minta dibantu dari segi sosialisai, paling tidak tahu apa sih yang dilakukan PSI, kan dari temen-temen jurnalis juga. Jaringan pertemanan untuk kami yang nggak punya media, ya jaringan pertemanan itu,” imbuh Grace.

Pengalamannya sebagai wartawan ini pula lah yang membuat wanita cantik kelahiran 4 Juli 1982 tersebut kian mantap masuk ke dunia politik, yang menurut sebagian orang kejam.

“Ada yang nanya ke saya, saya perempuan, punya anak, apa nggak takut ke dunia politik yang katanya kejam, tapi karena sudah tertempa ke kondisi itu saya tidak asing lagi bersinggungan dengan politik,” ujarnya.

Berikut wawancara lengkapnya:

Pengalaman sebagai jurnalis membantu nggak sebagai ketua umum parpol seperti saat ini?

Bantu sekali, itu tidak dipungkiri sosialisasi PSI harus melalui media. Hubungan pertemanan sangat terasa banget saya sebagai ketum, pengurus partai, sosialisasikan PSI ke temen-temen jurnalis. Kalau mereka support paling nggak mereka bisa kasih masukan PSI dari kacamata media baiknya gimana, karena media salah satu pilar demokrasi. Dan juga kita minta dibantu dari segi sosialisai, paling tidak tahu apa sih yang dilakukan PSI, kan dari temen-temen jurnalis juga. Jaringan pertemanan untuk kami yang nggak punya media, ya jaringan pertemanan itu.

Nggak ingin jadi jurnalis lagi?

Nggak, saya selama ini cinta media, tapi perjuangan saya harus dengan partai. Nggak mungkin lagi bagi saya kembali ke media, mungkin punya media saja kali ya biar PSI punya saluran.

Sebagai mantan jurnalis, pengalaman yang sampai sekarang tidak terlupakan?

Banyak sih. Jadi jurnalis membawa kita ketemu orang macem-macem, dari presiden sampai yang paling kecil. Saya kebetulan sejak di ANTV dan tvOne konsisten dilibatkan dalam liputan terorisme. Itu mungkin jadi berkesan karena andrenalinnya tinggi, risiko tinggi, bahkan sudah pernah ada penyerangan secara pribadi, diserang lagi siaran live, orang datang bawa pisau, ada kok di profile di merdeka.com. Jadi itu berkesan bukan karena menyenangkan, tapi saya percaya bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan ada risikonya. Sepanjang kita punya niat baik dalam melakukan, pasti ada yang menjaga, pasti hasinya baik juga, entah itu kita sendiri yang lakukan sampai garis finish atau orang lain. Melalui liputan yang penuh risiko, saya terbiasa bersinggungan dengan risiko. Ada yang nanya ke saya, saya perempuan, punya anak, apa nggak takut ke dunia politik yang katanya kejam, tapi karena sudah tertempa ke kondisi itu saya tidak asing lagi bersinggungan dengan politik.

Mbak Grace kan muda, cantik, pintar. Pernah merasa dimanfaatkan oleh orang-orang di sekeliling anda?

Mungkin bukan dimanfaatkan, kalau dimanfaatkan kan ornagnya mendapat manfaat. Saya pengennya jadi bermanfaat, buat saya sendiri, keluarga, buat orang-orang di sekitar saya.

Bagaimana partai nantinya dalam menggalang dana?

Melalui partisipasi masyarakat. PSI nggak akan kemana-mana kalau kalau nggak sampai jadi gerakan. Kita nggak punya media, dana terbatas, tapi kita percaya kalau kita jadi gerakan, orang itu akan dengan sadar sendiri danai diri sendiri. Contoh anak muda, nggak usah dibagiin kaos, lalu mereka pakai. Justru anak muda kemarin saat Jokowi, desain sendiri, cetak sendiri, pakai sendiri, itu sudah jadi gerakan. PSI harus seperti itu. Justru itu sudah jadi gerakan. Media pun akan dengan sendirinya memberitakan, meski kita nggak punya media. Makanya sekarang kita rajin-rajinnya sosialisasi kenapa PSI harus ada, agar masyarakat silakan membuktikan sendiri PSI seperti yang diomongin atau tidak. Kalau tidak, silakan ditinggal. Saya sudah meninggalkan pekerjaaan saya yang sudah nyaman, saya percaya banyak orang di luar sana yang ingin berkontribusi, cuman mungkin wadahnya nggak sreg, dan sekarang kita orang-orang baru, nggak ada kultur-kultur lama. Kita sama-sama coba lagi dulu, kalau
mengecewakan ya tinggal saja, sesimpel dan sesederhana itu, tapi kasih kami kesempatan.

Masuk politik kebutulan atau tuntutan?

Bukan tuntutan yang pasti, tapi diri saya yang berproses. Ketika saya waktu jadi wartawan saya sudah bersinggungan dengan parpol, tapi sebatas kulit-kulitnya saja. Ketika saya berproses, saya ingin belajar lebih ke politik, dari sisi keilmuan saya belajar dari SMRC. Dari situ saya bersinggungan dengan politik praktis, tapi bukan politisi. Dengan kondisi itu saya jadi lebih paham bagaimana wajah parpol kita, kemudian dari diri saya, merasakan oh ternyata penting punya parpol yang beda dari semua yang saya ketahui ketika saya jadi konsultan politik. Kenapa kita pilihannya, mungkin jadi barrier orang dan anak muda selama ini apatis dengan partai. Partai selama ini kesannya korup, hanya melayani agenda yang di atas, sifatnya masih oligarkhi. Kenapa kita nggak bikin baru dengan aturan dan pakem dari kita sendiri.

Contoh, selama ini partai bikin KTA gratis, dapat asuransi jiwa pula. Akhirnya di grass root orang bisa bikin lebih dari satu. Ongkosnya nggak murah, miliaran. Apakah itu berimbas nggak? Nggak tentu. PSI inginnya mengedepankan partisipasi masyarakat. PSI akan berhasil kalau jadi gerakan dan menggegrakkan anak muda, PSI akan berhasil jika jadi gerakan dan menggerakkan orang. Terus dana parpol dari mana, kalau kita sama-sama sadari pentingnya PSI kenapa PSI harus ada, maka harus berkontribusi. Misalnya kartu anggota kita, orang membayar iuran, seperti kartu kredit yang bayar uang tahunan. Tapi kenapa orang harus rela bayar, kita saat ini terus brainstorming, kira-kira benerfitnya apa ya yang ada dalam kartu ini agar anak muda ini mau megang KTA dan ikut berkontribusi secara finansial.

Semacam crowd funding seperti itu?

Iya dan itu kita pakai nanti. Nggak cuma crowd funding, contoh nanti kalau misalnya muncul lagi perdebatan apakah pemilihan kepala daerah langsung atau tidak, kita survei, mau masyarakat apa, langsung atau tidak. Tapi apa yang di masyarakat itu sikap partai, bukan hasil rapat sekelompok orang di atas, kemudian jadi sikap partai.

Berarti kayak PKS nanti pengkaderannya?

Untuk berbagai hal PKS kita akui lebih rapi, kaderisasinya juga bagus. Untuk itu mungkin sistemnya mirip seperti itu.

Harapan terhadap masyarakat dengan hadirnya PSI?

Semakin banyak orang-orang profesional, yang tergelitik untuk masuk politik, peduli untuk memperbaiki politik Indonesia. Kita sering kali melihat ada orang yang cuma kritik doang, tidak terjun, sory to say sama saja bohong. Kita boleh kritik, perlu, tapi kalau ingin berbuat sesuatu ingin melakukan perubahan, salah satu cara yang paling efektif ya parpol, terjun ke politik, buat regulasi, jadi pemimpin di daerahnya. PSI ini memang dibuat memang untuk itu, jadi coba deh mengalami, kalau kamu pengen melayani masyarakat lewatlah dulu PSI, kalau sampai ada yang minta mahar hubungi langsung ketum, itu akan langsung ditindak, keluar dari partai, jaminan. Kalau ada (mahar) mas, males jadi ketum, kalau modelnya sama dengan partai-partai lain. Partai ini dibikin untuk agar orang-orang profesional itu dikasih kesempatan bisa berbuat bagus. Saya yakin di luar sana banyak orang yang bagus. Contoh Kang Ridwan Kamil. Kalau orang-orang ini kita kasih perahu, di sini gak ada uang mahar, nggak perlu ribet dengan urusan duit-duit, di sini nggak ada. Jadi pakailah, dan silakan layani masyarakat lewat PSI. Kita nggak minta apa-apa, cuma minta kalian melayani masyarakat lewat PSI.

Recommended Posts