Bawaslu Bisa Dipidana Karena Membuat Putusan Tanpa Dasar kepada PSI

Oleh: Teddy Gusnaidi

Bawaslu menyatakan bahwa mereka menemukan indikasi pelanggaran iklan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam pemasangan iklan yang dimuat di surat kabar Jawa Pos pada 23 April 2018.

Bawaslu mengatakan pelanggaran PSI berkaitan dengan dugaan kampanye di luar jadwal. Kini Bawaslu akan memutuskan apakah PSI melanggar kampanye atau tidak?

Ketika Bawaslu memutuskan bahwa PSI tidak terbukti melanggar, maka PSI bisa perkarakan Bawaslu baik secara lembaga maupun secara perorangan baik ke DKPP maupun ke pihak kepolisian.

Loh! Kenapa Bawaslu dilaporkan padahal Bawaslu memutuskan PSI tidak melanggar? Karena putusan Bawaslu itu bukan lagi hal yang utama, karena ketika Bawaslu memproses artinya mereka menemukan pelanggaran, cuma mau diperdalam lagi, maka disebut dugaan pelanggaran.

Seharusnya dalam kasus PSI, Bawaslu harusnya menyatakan bahwa apa yang dilakukan PSI tidak ada dugaan pelanggaran sehingga tidak perlu di proses. Tapi Bawaslu malah memproses, sehingga merugikan PSI.

Padahal tidak ada dasar hukumnya sama sekali Bawaslu memproses. Apalagi jika nanti Bawaslu menyatakan bahwa PSI terbukti bersalah, maka Bawaslu sudah melakukan 2 kesalahan fatal.

Pertama melakukan proses tanpa dasar hukum dan membuat putusan berdasarkan dasar hukum ilegal. Ini makin berbahaya, karena putusan terhadap PSI tidak main-main, yaitu pidana.

Saya jelaskan di sini berdasarkan UU Pemilu..

Berdasarkan UU 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) bahwa kampanye yang dilarang dilakukan di Luar Masa Kampanye Pemilu itu adalah:

Pertama, Kampanye yang dilakukan ketika sudah ada calon Presiden dan calon wakil Presiden resmi. Kedua, Kampanye yang dilakukan ketika sudah ada calon resmi anggota DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kabupaten/kota.

Jadi ketika belum ada calon resmi, masih bakal calon, tidak masuk dalam kategori larangan. KPU tidak punya dasar hukum melarang Partai politik dan siapapun ketika belum ada calon resmi untuk berkampanye di media.

Selanjutnya, berdasarkan UU 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) bahwa kampanye yang dilarang dilakukan di Luar Masa Kampanye Pemilu jika materi kampanyenya meliputi:

Pertama, visi misi dan Program Pasangan Calon untuk kampanye pemilu Presiden dan wakil Presiden. Kedua, visi, misi, dan program partai politik untuk partai politik Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota.

Pada point ini jelas bahwa pertama untuk kampanye Pilpres, materi kampanye adalah visi misi dan Program capres cawapres.

Jadi kalau visi misi dan program partai politik ketika disampaikan oleh Partai politik bahkan oleh capres cawapres (ketika sudah resmi jadi capres cawapres bukan lagi bakal calon) melalui iklan di media dan sebagainya boleh. Lalu kedua, untuk kampanye, Calon legislatif tidak boleh kampanyekan visi misi dan program partai politik di luar masa kampanye, tapi jika dilakukan oleh Partai politik, tidak ada larangannya!

Bahkan media pun terikat dengan UU Pemilu untuk kampanye hanya pada point yang saya jelaskan di atas. Jadi kalau ada Partai Politik setiap jam muncul iklannya di TV, setiap hari muncul di koran, setiap hari ada di media online, tidak ada larangannya.

Bahkan media boleh memilih untuk menerima iklan yang mana, mereka tidak terikat harus adil, mereka terikat harus adil untuk kampanye yang sudah saya jelaskan diatas.

Ini bukan soal PSI saja…, karena dengan Bawaslu bersikap seperti ini, maka Partai politik peserta Pemilu lainnya akan menjadi korban selanjutnya. Menjadi korban atas ketidakpahaman Bawaslu.

Ini sangat berbahaya bagi Pemilu 2019 jika penyelenggara pemilu tidak paham UU Pemilu. Sebaiknya Bawaslu mulai berbenah dan intropeksi ke dalam sebelum semuanya terlambat karena membuat kerusakan yang lebih besar dalam Pemilu 2019.

* Teddy Gusnaidi, Pengamat Politik

Sumber

Recommended Posts